Tuesday, May 26, 2009

Menakar Kekuatan Politik PKS (Sekelumit Tanggapan)

Bismillahirrahmanirrahim…Ba’da tahmid dan salam.
Media Islam rujukan, Eramuslim dalam rubrik Analisa edisi Selasa (26/05/2009) memuat artikel panjang yang ditulis oleh Ust. Fathuddin Ja’far, MA., Direktur Spiritual Learning Center dengan judul Menakar Kekuatan Politik PKS. Beliau memulai dengan tanggapan singkat terkait pilihan koalisi PKS yang dilabuhkan pada pasangan SBY-Boediono. Di akhir alinea pertama beliau menyebutkan data yang kurang akurat, yaitu pertemuan empat mata antara SBY dengan Ketua Majelis Syura PKS, KH. Hilmi Aminuddin di Bandung. Data sebenarnya sebagaimana yang dilansir oleh banyak media massa, bahwa pertemuan itu juga dihadiri oleh Presiden PKS, Tiffatul Sembiring, dan Sekjend PKS, Anis Matta.

Poin pembahasan selanjutnya, Ust. Fathuddin menggunakan tulisan otokritik Bpk. Sapto Waluyo tentang “Komunikasi Politik PKS” sebagai amunisi. Namun sangat disayangkan, otokritik yang santun dan balance itu ditafsirkan macam-macam dan ditarik kesana kemari. Dipaksakan mengikuti ritme kritik beliau terhadap PKS yang terlihat menggebu-gebu. Sehingga pisau analisanya kurang tepat karena tendensi prakonsepsi negatif yang berlebihan terhadap PKS, khususnya jajaran pimpinannya. Banyak asumsi-asumsi pribadi yang tampak jelas mendominasi analisa beliau. Terbukti beliau sering menggunakan kata-kata yang mengindikasikan keraguan, tidak yakin dengan validitas data yang dimiliki.

Imajinisasi yang diciptakan Ust. Fathuddin semakin menarik karena dibubuhi gambar-gambar kontrofersi oleh media yang memuatnya. Menggambarkan PKS sebagai partai yang jauh dari nilai Syariat Islam. Partai dakwah yang sudah melenceng dari garis perjuangannya. Kondisinya sedang carut-marut dan mengalami penyakit kronis. Digambarkan sebatang pohon yang sedang keropos yang akan segera roboh. Seakan tidak ada nilai positif sama sekali dalam tubuh PKS. Berikut kutipan dari tulisan beliau: “Kalau tidak diterapi secara maksimal,–mungkin dengan cara amputasi-tidak mustahil partai dakwah itu akan roboh tahun 2014 yang akan datang.”

Beliau kemudian melanjutkan tulisannya dengan menampilkan data umum dari perolehan suara Pileg April 2009 lalu. Menganalisa penurunan suara PKS di basis massa yang dikatakan drastis bila dibandingkan dengan Pilkada. Menilai dan menganalisa adalah hak setiap orang. Standar yang digunakan untuk menilai dipengaruhi oleh kondisi kejiwaan dan kadar pemahaman seseorang. Sehingga hasil analisa yang kemudian melahirkan penyikapan terhadap permasalahan terkait sangat beragam. Terkait dengan penyikapan terhadap kemenangan atau kekalahan fighting PKS kemarin, sudah banyak tulisan yang mengulas baik dari internal kader maupun non kader. Untuk itu tidak terlalu urgen mengulas permasalahan yang sudah banyak dibicarakan.

Sorotan beliau selanjutnya diarahkan kepada pola interaksi kader dengan pimpinan partai. Berikut kutipannya: “Mereka inilah yang setiap saat didoktrin dengan berbagai doktrin agama (sebut: menggunakan agama) yang terkadang dijelaskan jauh dari pemahaman yang sebenarnya, sehingga mereka tidak sempat menggunakan akal sehat dalam membaca sepak terjang para petinggi partai dan menalar fenomena yang ada. Bahkan, belajar nilai-nilai Islampun seakan sudah tidak perlu lagi, karena semua apa yang dilakukan elite selalu mendapat stempel kesucian dan kebenaran lembaga tinggi partai yang bernama Dewan Syari’ah atau Dewan Syuro. Setiap saat para kader hanya dijejali informasi satu arah bersifat top down dan kewajiban mentaati semua keputusan elite atau lembaga tinggi partai serta larangan menalar dan mempertanyakannya.”

Dari kutipan di atas dan arah tulisan beliau secara umum, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi sorotan khusus adalah sepak terjang dan kebijakan jajaran pimpinan partai, atau dalam bahasa yang lain elit politiknya. Poin inilah yang sebenarnya menggerakkan saya untuk menuliskan sekelumit tanggapan ini. Selain itu karena beberapa kutipan dalil disalahartikan dari maksud yang sesunggunya. Kalimatul haqq uriida bihii baathil. (Perkataan yang hak tapi diselengkan menjadi bathil).

Tulisan beliau dan yang sejenisnya (saya yakin Anda bisa menimbang tulisan semisal yang saya maksud), mengingatkan saya kepada peristiwa hebat yang mendera umat ini. Fitnatul Kubra Peristiwa Pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan (radhiyallahu anhu). Peristiwa memilukan yang harus kita ambil pelajarannya. Bagaimana pengikut Abdullah bin Saba’ menebarkan fitnah di seluruh wilayah-wilayah Islam? Salah satunya dengan mengirim surat yang memprofokasi untuk menggulingkan khalifah Utsman ra.. Surat-surat itu dengan sengaja dijatuhkan ke tangan orang-orang yang lemah. Apa yang tertulis dalam surat itu? Semuanya adalah fitnah kepada khalifah, tujuannya untuk mengobarkan permusuhan dan anti kepada khalifah yang berujung pada pelengseran. Tanpa diduga oleh sekalian sahabat waktu itu, ternyata penggiringan opini itu sampai kepada pembunuhan. Laa haula walaa quwwata illa billaah.

Kaitannya dengan peristiwa di atas. Tentu saja saya tidak bermaksud menyamakan Ust. Fathuddin dengan kaum Saba’iyah, tapi saya mengajak pembaca sekalian untuk mengambil pelajaran agung dari peristiwa bersejarah itu. Bersama-sama mencermati permasalahan dengan lapang dada dan berjiwa besar. Apa tujuan besar dan dampak dari peristiwa itu, ketika seorang khalifah pimpinan tertinggi dilempari tuduhan-tuduhan miring, menggerakkan ribuan orang yang berada di luar kota Madinah untuk pergi ke Madinah dengan dalih melakukan ibadah haji.

Masalah yang sama juga dialami oleh Jama’ah Al-Ikhwan Al-Muslimun (JIM). Al-Ustadz Sa’id Hawwa dalam bukunya “Al-Madkhal ilaa Da’wati Al-Ikhwaan Al-Muslimiin” menjelaskan masalah ini. Berikut kutipannya: “Kami adalah jamaah yang digerakkan oleh dua hal: hukum Allah dan Syura. Dari syura lahir aturan-aturan dan dengan syura aturan-aturan itu mengalami perkembangan. Usaha apapun yang dilakukan untuk mengembangkan jamaah ini tanpa syura, tidak akan pernah berhasil kecuali hanya akan menciptakan perpecahan. Akan datang suatu masa nanti segolongan orang yang melempar tuduhan-tuduhan kepada para pimpinan. Mereka menginginkan agar jamaah ini berjalan tanpa aturan dan tanpa syura. Mereka menuntut ketaatan mutlak. Sesungguhnya mereka tidak ada tempat sama sekali dalam dakwah IM. Mereka harus kembali dari awal kepada barak-barak tarbiyah IM agar mengetahui ABC jamaah ini”

Argumen lain yang beliau gunakan untuk menggoyang pemahaman kader PKS adalah masalah Thaa’ah (ketaatan) dan Tsiqah (yakin dan percaya). Beliau sepertinya memahami aturan main PKS dan faktor yang membuatnya tetap solid. Untuk itu beliau kembali berimajinasi dengan menghadirkan beberapa contoh kasus yang belum teruji kebenarannya. Mempermasalahkan ketaatan kader kepada pimpinannya yang diasumsikan tidak pernah ada kesempatan menggunakan akal sehatnya. Intinya dapat disimpulkan bahwa tulisan beliau menggiring pembacanya terutama kader partai tersebut, agar ramai-ramai membenci pimpinannya dan meninggalkan partainya, dengan cara membius pemikirannya yang selama ini dipegang teguh.

Dalam upaya melemahkan ketsiqahan terhadap pimpinan, beliau membenturkan masalah Thaa’ah dengan Fahm (pemahaman) yang tidak seharusnya dipertentangkan. Justru karena belum tuntas memahami poin Fahm, maka poin-pin selanjutnya tidak kokoh karena tidak dibangun di atas pemahaman yang utuh. Apa yang dinginkan dari poin Fahm tersebut? Bukankah itu Ushuul Isyriin (dua puluh pokok)? Tidak ada sangkut pautnya dengan masalah kritik mengkritik terhadap pimpinan. Mereka yang tuntas memahami poin pertama (Fahm) maka Insya Allah akan Tha’ah dan Tsiqah kepada pimpinan.

Tidak bisa dibayangkan jika seluruh kader yang jumlahnya ribuan itu meminta penjelasan setiap kebijakan. Apalagi kebijakan strategis yang menuntut cepat dan tepat. Mempertanyakan segala alasan penentuan kebijakan, landasan syar’inya, maslahatnya untuk dakwah, dan pertanyaan lain yang bisa jadi justru menghambat proses capaian besar, karena disibukkan dengan menjelaskan permasalahan kecil yang tidak seharusnya dibesar-besarkan.

Terakhir mohon maaf saya kepada Ust. Fathuddin Ja’far yang jelas lebih shaleh dari saya, melihat posisi beliau sebagai Direktur Spiritual Learning Center. Tentunya bukan orang sembarangan. Mempunyai spiritual yang mapan dan ketenangan yang istiqamah. Mudah-mudahan kita selalu dikaruniai jiwa yang besar, lapang dada, husnudzan kepada sesama saudara seiman. Mendukung siapapun saudara kita yang melakukan tugas untuk shahwah islamiyah. Menghormati proses dan tidak menjadi penganut budaya serba instan. Wallahu a’lam bish shawab.

4 comments:

  1. cakep, akhi... mungkin baiknya dibikin lanjutannya yg lebih mendalam, bukan dalam rangka merespon satu artikel aja, tapi dalam rangka membendung kesalahan dalam metodologi pemikiran yg serupa dengan yg dilakukan dalam artikel tsb... :)

    ReplyDelete
  2. duh bang akmal... udah maen pemikiran..serem dah nih.
    tesisnyo apo kaba uda? kader sejati neh.. ck ck ck.... partai dakwah PKS lebih penting dari pada tesis.. hihihi... (argumen pribadi)

    ReplyDelete
  3. pantesan makin baca ntu artikel makin bingung ane
    tfs

    ReplyDelete
  4. "Tidak bisa dibayangkan jika seluruh kader yang jumlahnya ribuan itu meminta penjelasan setiap kebijakan. Apalagi kebijakan strategis yang menuntut cepat dan tepat. Mempertanyakan segala alasan penentuan kebijakan, landasan syar’inya, maslahatnya untuk dakwah, dan pertanyaan lain yang bisa jadi justru menghambat proses capaian besar, karena disibukkan dengan menjelaskan permasalahan kecil yang tidak seharusnya dibesar-besarkan."

    Ya gak bisa dibayangkan memang betapa repotnya kalau jutaan, bukan hanya ribuan, kader PKS membom HP segelintir elit PKS untuk minta penjelasan setiap kebijakan kontroversial yang diambil. Bisa langsung hang hp mereka :-)). Yang paling mudah dibayangkan adalah segelintir elit PKS yang menjelaskan pada para kader, mengapa sebuah kebijakan kontroversial diambil. Misalnya, elit PKS menjelaskan kenapa alasan bergabung dengan SBY-NO adalah karena PKS tidak ingin bergabung dengan partai yang bermental orba. Padahal masih segar dalam ingatan kita kalau yang mengangkat godfathernya orba, alm. Soeharto, sebagai pahlawan dan guru bangsa adalah PKS.
    Begitu pula dengan kebijakan2 kontroversial made in (elit) PKS yang lain...

    ReplyDelete