Sumber: Madu FM Yaman (Yahoo! Messenger: madufm_yaman).
Sudah saya saksikan, bebas virus.
han membantai seorang muslim uighur di jalanan kota urumxi
warga han melempari pertokoan uighur dan hanya disaksikan aparat keamanan
warga han berlari mengejar wartawan
warga han turun ke jalan membawa senjata tongkat berpaku dan sekop
warga han menyerang perkampungan muslim uighur
warga han mengabadikan kerusuhan sambil membawa tongkat berpaku
seorang muslimah uighur berjalan dengan membawa ‘senjata’
seorang remaja muslim uighur ber-ribath di lingkungan mereka
muslim uighur ber-ribath di tanah mereka
muslim uighur melongok dibalik tokonya
mereka bersiap siaga ya MUSLIM !!!
mayat muslim uighur bergelimpangan
wanita pun terluka
dijahit
barisan tentara kuffar
barisan tentara kuffar
tentara kuffar mulai beraksi biadab
Tursun Gul, perempuan warga muslim Uighur, membawa tongkat dan berteriak ke arah pasukan tentara anti huru-hara yang berhadapan dengan penduduk lokal (Uighur) yang marah di sebuah jalan di kota Urumqi.
Tursun Gul, perempuan warga muslim Uighur, berhadapan dengan tentara anti huru-hara. Gul beserta warga Uighur yang ada di belakangnya, berteriak ke arah tentara, menuntut agar suaminya dan 4 orang saudaranya serta lebih dari 1.400 orang lainnya yang ditahan sehari sebelumnya, supaya dibebaskan
Tursun Gul sedang berdebat dengan seorang tentara Cina etnis Uighur.
kepolisian ketika berhadapan dengan muslimah uighur yang melakukan protes
Beberapa wanita Uighur menarik helm polisi anti huru-hara saat mereka melakukan protes di kota Urumqi
sumber: http://revolusidamai.multiply.com/photos/album/25
Allahumanshur, mujahidin wal muslimin,,
Allahumanshur, mujahidin wal muslimin,,
Allahumanshur, mujahidin wal muslimin,,
fii kulli makaan, wa fii kulli zamaan,,
ya robbi, tolonglah dan selamatkanlah saudara2 kami di xinjiang,,
wallahu khoirul maakaariin,,T_T
Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam mengatakan bahwa setelah ummat Islam melalui babak ketiga era Akhir Zaman dimana yang memimpin adalah para Mulkan ’Aadhdhon (ParaRajayang Menggigit), maka selanjutnya ummat Islam akan mengalami babak keempat dimana yang memimpin adalah para Mulkan Jabbriyyan (Para Penguasa yang Memaksakan Kehendak). Babak kepemimpinan Mulkan ’Aadhdhon merupakan babak dimana ummat Islam dipimpin oleh pemimpin-pemimpin yang masih menamakan dirinya para Khalifah. Artinya, sistem formal kehidupan bermasyarakat dan bernegara masih disebut Khilafah Islamiyyah. Dengan kata lain sistem pemerintahan yang berlaku masih merupakan sistem pemerintahan Islam. Lalu mengapa Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menyebutnya dengan istilah Mulkan (Para Raja)? Sebab dalam pola suksesinya mereka menerapkan sistem warisan kekuasaan. Bila seorang khalifah wafat maka yang menggantikan adalah anaknya. Bila ia wafat maka yang menggantikan adalah anaknya lagi. Demikian seterusnya.
Kemudian apa yang dimaksud dengan istilah ’Aadhdhon (Menggigit)? Yang dimaksud dengan menggigit ialah menggigit Al-Qur’an dan As-Sunnah An-Nabawiyyah. Para khalifah di babak ketiga masih ”minggigit” dua sumber utama warisan suci ummat Islam. Tapi tentunya berbeda dengan para pemimpin di babak sebelumnya, yaitu babak kedua, yang dijuluki Nabi shollallahu ’alaih wa sallam sebagai Khilafatun ’Alah Minhaj An-Nubuwwah (Kekhalifahan yang Mengikuti Sistem/Metode Kenabian). Para Khulafa ar-Rasyidin yang mengisi babak kedua bukan ”menggigit” Al-Qur’an dan As-Sunnah, melainkan mereka ”menggenggam” kedua sumber utama tersebut. Ibarat orang mendaki bukit, lalu diberi seutas tali, tentunya lebih aman dan pasti bila ia menggenggam tali tersebut hingga mencapai puncak bukit daripada ia menggigit-nya.
Babak kepemimpinan Mulkan ’Aadhdhon berlangsung sangat lama yaitu sekitar tigabelas abad alias 1300-an tahun. Subhanallah..! Babak ketiga tersebut diawali dengan berdirinya kerajaan Daulat Bani Umayyah. Kemudian diikuti dengan Daulat Bani Abbasiyyah. Lalu terakhir ditutup dengan era Kesultanan Ustmani Turki yang akhirnya runtuh pada Maret 1924 Masehi atau 1342 Hijriyyah. Selama masa yang demikian panjang ummat Islam mengalami aneka jenis pemimpin. Ada di antara mereka yang tercatat dalam sejarah sebagai pemimpin yang sangat adil dan bijaksana seperti Umar bin Abdul Aziz. Beliau sedemikian dihormatinya hingga sebagian ulama menjulukinya sebagai Khalifah Rasyidah kelima sesudah Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin ’Affan dan ’Ali bin Abi Thalib. Namun ada pula mereka yang tercatat sebagai khalifah yang zalim sehingga memenjarakan ulama-ulama besar semacam Imam Ahmad bin Hambal. Namun betapapun zalimnya pemimpin di masa itu, tak pernah kita dengar ada seorang ulamapun yang menganjurkan untuk mengadakan pemberontakan terhadap pemerintah resmi. Mengapa? Karena sistem yang berlaku masih merupakan sistem Islam alias Khilafah Islamiyyah. Masyarakat masih bisa berharap bahwa bila pemimpinnya berganti dengan yang adil, niscaya akan terjadi perbaikan keadaan. Yang penting fondasi kehidupan bermasyarakat dan bernegara tidak keluar dari bingkai Al-Qur’an dan As-Sunnah An-Nabawiyyah.
Hadirnya para Khalifah di babak ketiga yang berlaku zalim di tengah masyarakat inilah yang seringkali menjadi sasaran tembak musuh-musuh Islam untuk menghilangkan keyakinan serta kerinduan ummat Islam akan hadirnya kembali sistem Khilafah Islamiyyah. Para manipulator sejarah itu menggambarkan seolah bila khilafah wujud kembali berarti ummat Islam akan memiliki pemimpin-pemimpin zalim. Seingga kezaliman oknum-oknum khalifah tertentu di masa lalu menjadi justifikasi untuk menggeneralisasi kezaliman sistem Khilafah.
Setelah runtuhnya pemerintahan Islam Khilafah Islamiyyah pada tahun 1924, mulailah ummat Islam memasuki babak keempat era Akhir Zaman yang dijuluki Nabi shollallahu ’alaih wa sallam sebagai babak kepemimpinan Mulkan Jabbriyyan (Para Penguasa yang Memaksakan Kehendak). Pada hakikatnya peralihan kehidupan dari babak ketiga menjadi babak keempat merupakan peralihan dari kepemimpinan Islam dan ummat Islam atas sebagian besar wilayah dunia kepada kepemimpinan kaum kuffar Barat atas sebagian besar wilayah dunia. Sejak saat itu praktis ummat Islam sudah kehilangan tongkat kepemimpinan dunia. Mulailah dunia dipimpin oleh fihak kaum kuffar Barat, dengan Inggris dan Amerika sebagai komandan utamanya.
Perang Dunia pertama merupakan puncak upaya kaum kuffar barat untuk memusnahkan eksistensi Khilafah Islamiyyah Kesultanan Ustmani Turki dari peta dunia. Dan Perang Dunia kedua merupakan puncak upaya kaum kuffar Barat untuk memastikan berdirinya sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang berlandaskan prinsip Nasionalisme alias Kebangsaan. Itulah sebabnya setelah berakhirnya Perang Dunia kedua lahirlah Badan Dunia di bawah kendali penuh kaum kuffar Barat bernama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sebagai ganti dari sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara berdasarkan aqidah Islamiyyah berupa Khilafah Islamiyyah, maka dunia selanjutnya diperkenalkan dengan sistem baru kepemimpinan dunia yang berlandaskan Nasionalisme bernama PBB. Sejak hari pertama berdirinya badan dunia ini sudah jelas terlihat adanya diskriminasi dimana beberapa negara kafir barat tertentu memperoleh hak istimewa menjadi anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan memiliki hak veto pula.
Jadi saudaraku, perbedaan paling mencolok antara kehidupan ummat islam selama babak pertama, kedua dan ketiga dibandingkan dengan babak keempat ialah bahwa selama ribuan tahun babak-babak tersebut berlangsung ummat Islam masih hidup di bawah sistem yang berlandaskan aqidah semata dan mereka dipimpin oleh sesama saudara berimannya dengan senantiasa mengembalikan berbagai urusan kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Masyarakat hidup di bawah naungan Syariat Islam dan merasakan keadilan Hukum Allah. Namun begitu memasuki babak keempat segera tarjadi perubahan fundamental. Masyarakat tidak lagi hidup di bawah naungan Syariat Islam dan tidak lagi merasakan keadilan hukum Allah. Lalu yang memimpin pada skala dunia adalah kaum kuffar, hukum yang berlaku adalah hukum buatan manusia alias hukum Jahiliyyah.
Ketika masih hidup di tiga babak sebelumnya ummat Islam benar-benar merasakan bahwa misi utama mereka hadir ke muka bumi dapat diwujudkan, yaitu pembebasan manusia dari penghambaan sesama manusia untuk hanya menghamba kepada Allah. Sedangkan begitu memasuki babak keempat kembali terjadi penghambaan manusia atas sesama manusia. Kalaupun perasaan menghamba kepada Allah hadir, maka ia hanya berlaku dalam urusan pribadi seperti sholat dan ibadah ritual keagamaan lainnya. Adapun urusan sosial, politik, ekonomi dan budaya seolah berjalan dengan menyingkirkan nilai-nilai penghambaan manusia kepada Allah. Peralihan babak ketiga menjadi babak keempat merupakan bukti kebenaran firman Allah:
”Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran).” (QS Ali Imran ayat 140)
Saudaraku, kita sedang menjalani masa kepemimpinan kaum kuffar. Allah telah memutuskan untuk memindahkan giliran kepemimpinan dunia dari orang-orang beriman kepada kaum kuffar. Ini merupakan era paling kelam dalam sejarah Islam. Pada era inilah ummat manusia diperkenalkan (baca: dipermainkan) oleh aneka ideologi buatan manusia. Ada Komunisme, Sosialisme, Kapitalisme, Nasionalisme, Pluralisme, Sekularisme, Liberalisme, Humanisme dan belakangan ini yang paling gencar dipromosikan oleh ”pemimpin dunia” Amerika ialah Demokrasi. Bahkan Demokrasi telah dijadikan alat untuk membedakan mana negeri beradab dan mana yang bukan. Demokrasi menjadi alasan untuk melakukan invasi ke negeri-negeri Islam seperti Irak dan Afghanistan. Demokrasi menjadi alat untuk menentukan apakah suatu negara patut dipuji lalu didekati atau dimusuhi kemudian dijauhi. Demokrasi menjadi alat untuk memisahkan antara kalangan Islam Moderat dengan Islam Fundamentalis.
Pantas bilamana seorang penulis Muslim berkebangsaan Inggris menyebut dunia sejak runtuhnya Khilafah Islamiyyah menjadi laksana sebuah Sistem Dajjal. Sebuah sistem kafir dimana segenap lini kehidupan telah diarahkan oleh nilai-nilai Dajjal. Bertentangan dengan sistem Kenabian yang dibimbing oleh nilai-nilai rabbani ajaran Islam. Dalam dunia modern dewasa ini hampir semua fihak berhasil ”dijinakkan” oleh para pemimpin kafir yang memimpin dunia. Tanpa kecuali negeri-negeri berpenduduk mayoritas muslimpun telah banyak yang berhasil dijinakkan sehingga tunduk kepada kehendak para Mulkan Jabbriyyan tersebut.
Kepemimpinan babak keempat disebut Nabi shollallahu ’alaih wa sallam dengan julukan Mulkan Jabbriyyan (Para Penguasa yang Memaksakan Kehendak), karena dalam pola kekuasaannya mereka hendak memaksakan kehendaknya seraya mengabaikan kehendak Allah dan RasulNya. Bila pemerintahannya bercorak totaliter, maka kehendak penguasanya bersifat individual. Bila pemerintahannya bercorak demokratis, maka kehendak penguasanya bersifat kolektif perpaduan kekuasan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Yang manapun corak pemerintahannya, satu hal yang pasti ialah berlaku di dalamnya penghambaan manusia atas manusia lainnya. Penghambaan masyarakat kepada penguasa individual jika bercorak totaliter. Dan penghambaan masyarakat kepada penguasa kolektif bila bercorak demokratis.
Dalam Sistem Dajjal dunia dewasa ini, barangkali peringatan Allah di bawah ini perlu menjadi renungan kita bersama:
“Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata: "Alangkah baiknya, andaikata kami ta`at kepada Allah dan ta`at (pula) kepada Rasul". Dan mereka berkata: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menta`ati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar.” (QS Al-Ahzab ayat 64-68)
Ya Allah, jadikanlah hati kami condong selalu kepada iman dan jadikanlah iman sesuatu yang indah dalam hati kami. Dan tanamkanlah kebencian di dalam hati kami akan kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan. Amin ya Rabb.-
Oleh: Ustadz Ihsan Tanjung, Undangan Ke Surga - Eramuslim
Lalu ada pula sunnatullah yang berlaku dalam kaitan dengan sekumpulan manusia alias suatu kaum atau suatu umat. Seperti misalnya Allah tidak akan membinasakan suatu kaum sebelum dikirm terlebih dahulu seorang Nabi atau Rasul dariNya yang bertugas memberikan teguran dan peringatan kepada kaum tersebut. Atau contoh lainnya ialah Allah tidak akan membiarkan adanya suatu kaum yang berlaku sewenang-wenang terhadap kaum-kaum lainnya kecuali Allah akan hadirkan sekelompok manusia lainnya yang bertugas menjadi penyeimbang atas kelompok yang berlaku zalim tersebut. Ini dikenal dalam istilah Islam sebagai Sunnatu At-Tadaafu’ (Sunnatullah dalam hal Konflik Antar-Umat).
Kali ini kita akan coba mencermati satu lagi sunatullah yang bernama Sunnatu At-Tadaawul (Sunnatullah dalam hal Pergantian Giliran Kepemimpinan). Hal ini kita temukan dalam sebuah ayat yang berbunyi sebagai berikut:
Ayat ini jika kita baca dengan lengkap ialah:
Agar ummat Islam benar-benar memahami dan menghayati Sunnatu At-Tadaawul, maka melalui ayat ini Allah mengkaitkannya dengan kejadian perang Uhud yang baru saja dialami kaum muslimin. Perang Uhud merupakan perang kedua setelah perang Badar. Di dalam perang Badar para sahabat meraih kemenangan padahal mereka hanya berjumlah 313 personel melawan kaum kafir musyrik Quraisy yang berjumlah 1000 personel. Sedangkan dalam perang berikutnya, yaitu perang Uhud kaum muslimin pada tahap awal perang sesungguhnya meraih kemenangan. Namun begitu pasukan pemanah meninggalkan pos pertahanan di bukit Uhud, maka segera situasinya berbalik. Allah malah akhirnya mengizinkan kemenangan berada di fihak kaum kafir musyrik Quraisy sedangkan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam dan para sahabat harus menderita kekalahan.
Sehingga Allah berfirman: ”Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka (penderitaan kekalahan), maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka (penderitaan kekalahan) yang serupa.”
Mengapa Allah perlu membiarkan kaum muslimin menderita kekalahan? Mengapa sebaliknya Allah mengizinkan kaum kuffar musyrik Quraisy mengalami kemenangan? Allah sendiri menjelaskannya:
Pertama, karena Allah ingin menggilir kemenangan dan kekalahan di antara manusia. Kejayaan dan kehancuran ingin digilir di antara manusia. Itulah tabiat dunia. Di dunia yang fana ini tidak ada perkara yang bersifat langgeng dan abadi. Tidak ada fihak yang terus-menerus menang atau terus-menerus kalah. Semua akan mengalami giliran yang silih berganti. Tanpa kecuali, orang-orang berimanpun mengalami keadaan yang silih berganti di dunia. Bukan karena beriman lalu seseorang atau sekelompok orang harus menang terus. Tanpa pernah mengalami kekalahan bagaimana seseorang atau sekelompok orang akan menghargai dan mensyukuri kemenangan?
Kedua, karena Allah hendak memisahkan dan membedakan orang beriman dengan orang kafir. Dengan adakalanya mengalami kemenangan dan kekalahan, maka akan terlihat siapa orang yang pandai bersyukur saat menang dan siapa yang pandai bersabar kala mengalami kekalahan. Sebaliknya akan terlihat pula siapa orang yang lupa diri kala menang dan siapa yang berputus-asa ketika kalah.
Ketiga, karena melalui pengalaman silih bergantinya kemenangan dan kekalahan Allah hendak memberi peluang orang-orang beriman untuk meraih bentuk kematian yang paling mulia, yaitu mati syahid. Allah berkehendak mencabut nyawa orang-orang beriman sebagai para syuhada yang ketika berpisah ruh dari jasadnya, maka ruh mulia tersebut akan langsung dijemput burung-burung surga.
Berdasarkan hal di atas, maka perjalanan sejarah ummat Islam bisa dilihat sebagai sebuah perjalanan panjang yang diwarnai oleh silih bergantinya pengalaman kemenangan dan kekalahan ummat ini atas kaum kafir. Silih bergantinya kejayaan dan kehancuran umat. Kadang ada masanya orang-orang beriman memimpin umat manusia, namun ada masanya orang-orang kafir yang memimpin umat manusia. Sudah barang tentu pada masa dimana orang beriman memimpin masyarakat, maka berbagai program dan aktifitas sepatutnya lebih bernuansa ”rasa syukur” akan nikmat kemenangan yang sedang dialami. Sebaliknya, ketika kaum kafir yang memimpin umat manusia, maka sudah sepantasnya orang-orang beriman mengisi perjalanan hidupnya dengan dominasi ”sikap sabar” atas kekalahan yang sedang dideritanya.
Lalu bagaimanakah keadaan realitas kita dewasa ini? Coba kita kembali perhatikan hadits panjang dari Nabi shollallahu ’alaih wa sallam yang membicarakan persoalan ”Ringkasan Sejarah Ummat Islam di Akhir Zaman.”
“Muncul babak Kenabian di tengah kalian selama masa yang Allah kehendaki, kemudian Allah mencabutnya ketika Allah menghendakinya. Kemudian muncul babak Kekhalifahan mengikuti manhaj (cara/metode/sistem) Kenabian selama masa yang Allah kehendaki, kemudian Allah mencabutnya ketika Allah menghendakinya. Kemudian muncul babak Raja-raja yang menggigit selama masa yang Allah kehendaki, kemudian Allah mencabutnya ketika Allah menghendakinya. Kemudian muncul babak Penguasa-penguasa yang memaksakan kehendak selama masa yang Allah kehendaki, kemudian Allah mencabutnya ketika Allah menghendakinya. Kemudian muncul babak Kekhalifahan mengikuti manhaj (cara/metode/sistem) Kenabian. Kemudian Nabi shollallahu ’alaih wa sallam diam.” (HR Ahmad)
Jadi, berdasarkan hadits di atas, ”Ringkasan Sejarah Ummat Islam di Akhir Zaman” terdiri dari 5 babak atau periode:
Babak I => Kenabian
Di babak ini ummat Islam mengalami perjuangan selama 13 tahun sewaktu di Mekkah sebelum hijrah ke Madinah di bawah kepemimpinan orang-orang kafir dan 10 tahun berjuang di Madinah sesudah hijrah dari Mekkah di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam yang memimpin masyarakat langsung di bawah bimbingan Allah melalui Kitabullah Al-Qur’an.
Jadi di babak pertama perjalanan sejarah ummat Islam terjadi dua kondisi yang sangat berbeda. Pada paruh pertama Nabi shollallahu ’alaih wa sallam dan para sahabat mengalami keadaan dimana yang memimpin ialah kaum kafir musyrik. Sehingga generasi awal ummat ini mengalami kekalahan yang menuntut kesabaran luar biasa untuk bisa bertahan menghadapi kejahiliyahan yang berlaku.
Namun pada paruh kedua babak pertama ini, sesudah hijrah ke Madinah, kaum muslimin justru semakin hari semakin kokoh kedudukannya sehingga Allah taqdirkan mereka menikmati kejayaan di tengah masyarakat jazirah Arab. Sehingga kaum musyrik Arab pada masa itu akhirnya harus tunduk kepada kepemimpinan orang-orang beriman.
Babak II => Kekhalifahan mengikuti manhaj (cara/metode/sistem) Kenabian
Di babak ini ummat Islam menikmati 30 tahun kepemimpinan para Khulafa Ar-Rasyidin terdiri dari para sahabat utama yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Ustman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ’anhum ajma’iin. Sepanjang babak ini bisa dikatakan ummat Islam mengalami masa kejayaan, walaupun sejarah mencatat pada masa kepemimpinan khalifah Ustman dan Ali sudah mulai muncul gejala pergolakan sosial-politik di tengah masyarakat yang mereka pimpin. Namun secara umum bisa dikatakan bahwa orang-orang berimanlah yang memimpin masyarakat. Orang-orang kafir dan musyrikin tidak diberi kesempatan untuk berjaya sedikitpun. Hukum Allah tegak dan hukum jahiliyah buatan manusia tidak berlaku.
Babak III=> Raja-raja yang Menggigit
Di babak ini ummat Islam menikmati selama 13 abad kepemimpinan oramhg2 beriman. Para pemimpin pada masa ini dijuluki khalifah. Sistem sosial dan politik yang berlaku disebut Khilafah Islamiyah berdasarkan hukum Al-Qur’an dan As-Sunnah An-Nabawiyyah. Namun mengapa Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menyebutnya sebagai babak para raja-raja? Karena bila seorang khalifah wafat maka yang menggantinya mesti anak keturunannya. Demikian seterusnya. Ini berlaku baik pada masa kepemimpinan Daulat Bani Umayyah, Daulat Bani Abbasiyah maupun Kesultanan Usmani Turki.
Walaupun demikian, ummat Islam masih bisa dikatakan mengalami masa kejayaan, karena para Khalifah di babak ketiga merupakan Raja-raja yang Menggigit, artinya masih ”menggigit” Al-Qur’an dan As-Sunnah. Tentunya tidak sama baiknya dengan kepemimpinan para Khulafa Ar-Rasyididn sebelumnya yang masih ”menggenggam” Al-Qur’an dan As-Sunnah. Ibarat mendaki bukit, tentulah lebih aman dan pasti bila talinya digenggam daripada digigit. Tapi secara umum di babak ketiga ini Hukum Allah tegak dan hukum jahiliyah buatan manusia tidak berlaku.
Babak IV=> Raja-raja yang Memaksakan kehendak (diktator)
Sesudah berlalunya babak ketiga di tahun 1924, mulailah ummat Islam menjalani babak dimana yang memimpin adalah Penguasa-penguasa yang memaksakan kehendak. Inilah babak dimana kita hidup dewasa ini. Kita saksikan bahwa para penguasa di era modern memimpin dengan memaksakan kehendak mereka sambil mengesampingkan dan mengabaikan kehendak Allah dan RasulNya. Entah disebut republik maupun kerajaan, suatu hal yang pasti ialah semuanya berkuasa tidak dengan mengembalikan urusan kehidupan sosial bermasyarakat dan bernegara kepada hukum Al-Qur’an dan As-Sunnah An-Nabawiyyah. Manusia dipaksa tunduk kepada sesama manusia dengan memberlakukan hukum buatan manusia yang penuh keterbatasan dan vested interest seraya mengabaikan hukum Allah Yang Maha Adil. Hukum jahiliyah buatan manusia diberlakukan dan tegak dimana-mana sedangkan hukum Allah dikesampingkan sehingga tidak berlaku.
Maka kita bisa simpulkan bahwa babak keempat merupakan babak kemenangan bagi kaum kafir dan kekalahan bagi orang-orang beriman. Inilah babak yang paling mirip dengan babak pertama paruh pertama di mana Nabi shollallahu ’alaih wa sallam dan para sahabat berjuang di Mekkah sementara kekuasaan jahiliyah kaum kafir musyrik mendominasi di tengah masyarakat. Ummat Islam sudah menjalani babak keempat ini selama 85 tahun sejak runtuhnya Khilafah Islamiyyah terakhir. Ini merupakan era paling kelam dalam sejarah Islam di Akhir zaman. Laa haula wa laa quwwata illa billah.
Babak V => Kekhalifahan mengikuti manhaj (cara/metode/sistem) Kenabian
Betapapun dewasa ini ummat Islam sedang mengalami kekalahan dan kaum kafir mengalami kejayaan, namun kita wajib optimis dan tidak berputus-asa. Karena dalam hadits ini Nabi shollallahu ’alaih wa sallam mengisyaratkan bahwa sesudah babak kekalahan ummat Islam akan datang babak kejayaan kembali yaitu babak kelima dimana bakal tegak kembali kepemimpinan orang2 beriman dalam bentuk Kekhalifahan mengikuti manhaj (cara/metode/sistem) Kenabian.
Saudaraku, pastikan diri kita termasuk ke dalam barisan ummat Islam yang sibuk mengupayakan tegaknya babak kelima tersebut. Jangan hendaknya kita malah terlibat dalam berbagai program dan aktifitas yang justeru melestarikan babak keempat alias babak kepemimpinan kaum kuffar di era modern ini. Yakinlah bahwa ada Sunnatu At-Tadaawul (Sunnatullah dalam hal Pergantian Giliran Kepemimpinan). Bila kepemimpinan kaum kuffar dewasa ini terasa begitu hegemonik dan menyakitkan, ingatlah selalu bahwa di dunia ini tidak ada perkara yang lestari dan abadi. Semua bakal silih berganti. It’s only a matter of time, brother.
Sampai sekarang, warga muslim di Cina termasuk banyak, walaupun dibandingkan dengan jumlah penduduk Cina maka terlihat kecil. Persentase terbanyak ada di provinsi Xinjiang yang terletak di barat laut Cina, disana muslim sebanyak 48%. Disebelah timur Xinjiang, propinsi Gansu sebanyak 8% dan sebelah timur Gansu yaitu propinsi Ningxia yang dihuni suku Hui yang muslim menjadi mayoritas di propinsi tersebut. Selain tiga propinsi itu, terdapat propinsi lain yang juga dihuni oleh ratusan ribu muslim seperti propinsi Yunnan asal Zheng He (Cheng Ho), propinsi Hebei (propinsi yang terkenal sebagai tempat para pendekar), dan kota-kota seperti Guangzhou (kota tempat masjid pertama di Cina), Beijing dan Shanghai.
Asal Mula Islam di Negeri Cina
Interaksi antara Cina dan Arab sebenarnya sudah terjadi jauh sebelum Islam ada di dunia, sekitar abad ke-1 dan ke-2, Arab termasuk tempat persinggahan para pedagang jalur sutera (silk road) untuk berjual beli. Jalur sutera ini terbentang dari Cina sampai ke Konstantinopel. Karena itulah muncul ungkapan arab “tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina”, karena pada waktu itu Cina menjadi tempat yang sangat terkenal karena termasuk negeri yang sangat maju peradabannya.
Ketika masa kholifah Utsman bin Affan, beliau meminta kepada paman Rosulullah, Sa’ad bin Abi Waqqosh, secara pribadi untuk membangun hubungan dengan negara Cina dengan misi mendakwahkan agama Islam, dan shahabat Sa’ad diterima dengan sangat baik oleh Kaisar Gaozong yang memimpin dinasti Tang, ketika itu Cina mencapai kejayaan peradaban sehingga sangat mudah menerima Islam. Setelah menerima Sa’ad bin Abi Waqqash, kaisar memerintahkan untuk membangun masjid di kota Guangzhou untuk menjadi kenangan dan tanda sepakatnya kepada Islam, dan masjid ini masih berdiri sampai sekarang dan dikenal sebagai masjid Huaisheng (Memorial Mosque).
Islam terus berkembang pada masa dinasti Tang, dinasti Song dan dinasti Yuan, bahkan perkembangan ini sangat menggembirakan, kaum muslim di Cina menguasai perdagangan impor dan ekspor lewat jalur sutera darat maupun laut, sehingga mereka selalu menjabat sebagai direktur jenderal pelayaran. Pada masa dinasti Yuan, perkampungan awal muslim di Cina disebut dengan Huihui, yang berarti tengah-tengah, dari sinilah akhirnya muncul etnis Hui di Cina, etnis yang dominan beragama Islam yang puritan. Peran kaum muslim semakin besar pada dinasti Yuan, nereka dipekerjakan sebagai pegawai administrasi negara, perpajakan, astronomi, penanggalan dan arsitektur.
Bahkan pada masa itu peradaban Islam tumbuh pesat dan mewarnai kota-kota yang ada di Cina, juga mewarnai gaya hidup orang Cina, dalam kungfu pun, di Cina dikenal kungfu aliran muslim yang hanya diwariskan di pesantren-pesantren dan turun-temurun diantara kaum muslim yang terkenal akan harga dirinya.
Puncak Kejayaan Peradaban Islam di Cina
Puncak peradaban Islam di Cina tercapai ketika masa pemerintahan dinasti Ming, bahkan sejarah menyebutkan 6 jenderal yang paling dipercaya kaisar pertama dinasti Ming adalah muslim. Termasuk diantara jenderal ini adalah Lan Yu Who yang menghentikan serangan tentara Mongol di Tembok Cina dan mengakhiri impian Mongol untuk menduduki Cina. Pada masa dinasti Ming ini pula, Laksamana Zheng He diperintahkan kaisar untuk melakukan 7 ekspedisi ke samudera Hindia pada tahun 1405 – 1433.
Zheng He atau yang lebih dikenal dengan nama Cheng Ho, mempunyai nama asli Ma San Bao adalah seorang Cina Muslim, bangsawan etnis Hui. pada tahun 1405 dia memimpun armada laut yang terdiri dari 62 kapal induk yang berukuran 126 x 52 m (seukuran lapangan sepakbola), dan sekitar 190 kapal pendukung dan total 27.000 awak kapal .
Menurut beberapa literatur, ekspedisi Zheng He tidak hanya mebawa misi dari kaisar, tetapi dia juga memiliki misi tersendiri yang lebih mulia, yaitu menyebarkan Islam. Ma Huan, seorang muslim yang menemani Zheng He sebagai penerjemah dan penulis pribadi, dalam bukunya ‘The Overall Survey of the Ocean Shores’ (Chinese: 瀛涯勝覽) yang ditulis pada tahun 1416, menjelaskan secara detail tentang tempat-tempat yang disinggahinya, dan menuliskan bahwa Zheng He kerap mengunjungi masjid, memberikan dakwah secara intensif pada tempat-tempat yang dikunjunginya, membangun komunitas muslim disana, lalu membangun masjid untuk mereka.
Tokoh agama HAMKA juga mengatakan “Perkembangan islam di Indonesia dan Malaysia mempunyai pengaruh yang sangat kuat dengan Muslim Cina, Laksamana Zheng He” . Cendekiawan Slamet Muljana menambahkan: “Zheng He membangun komunitas muslim Cina pertamakali di Palembang , kemudian di Kalimantan Barat, kemudian di Jawa, the Selat Malaka lalu ke Filipina”.
Namun pada akhir pemerintahan dinasti Ming, populasi muslim di Cina dibatasi, dan ketika pemerintahan dinasti Qing, kaum muslim mendapatkan perlakuan yang sangat buruk, kaum muslim tidak diperbolehkan untuk menyembelih hewan kurban, membangun masjid yang baru, dan dilarang untuk berhaji ke Makkah serta menerapkan politik belah bambu di kalangan etnis di Cina. Pemerintahan yang represif ini membuahkan 5 pemberontakan suku Hui (muslim) yang mendapatkan tekanan dalam melaksanakan ibadah mereka, untuk menekan penduduk muslim, dinasti Qing membunuh sekitar 7 juta penduduk muslim pada tahun 1855 - 1877.
Dinasti Qing: Awal Mula Penderitaan Muslim Cina
Setelah runtuhnya dinasti Qing, Sun Yat Sen memproklamasikan berdirinya Republik Cina, yang diikuti dengan pengambilalihan Republik Cina menjadi Republik Rakyat Cina oleh Mao Zedong. Dalam kedua rezim ini kaum muslim mengalami tekanan dan penindasan serta perlakuan diskriminatif yang lebih besar. Dalam Revolusidi Cina, banyak masjid dihancurkan dan ditutup dan al-Qur’an dimusnahkan .
Inilah beberapa catatan kekerasan, penindasan dan perlakuan tidak adil terhadap kaum muslim, terutama muslim uighur yang ada di xinjiang, secara etnis mereka sangat berbeda dan lebih dekat dengan ras eropa timur, dan menggunakan bahasa turki, oleh karena inilah muslim uighur diperlakukan sebagai warga negara kelas dua .
pada tahun 2009, penguasa Cina menutup 6 sekolah Islam dan menyita buku-buku, tulisan, compact disk, dan rekaman audio, serta menangkap 39 muslim
selama 2008, sekitar 1.300 Muslim uighur ditangkap otoritas cina. Bahkan, 17 orang di antaranya dijebloskan ke penjara Guantanamo.
Anak-anak dibawah 18 tahun dilarang untuk mempelajari dan mempraktikkan Islam. Anak-anak yang menghadiri masjid akan dikeluarkan dari sekolah.
Shalat jum’at harus menggunakan teks pemerintah, imam ditunjuk pemerintah dan absen shalat jum’at diberikan kepada PKC (Partai Komunis Cina).
Di bulan Agustus 2006, polisi menggrebek rumah Aminan Momixi, ketika wanita ini sedang mengajarkan al Quran kepada 37 muridnya. Anak-anak ini tidak dilepaskan hingga orang tuanya membayar denda yang tinggi sekali, sekitar 7000-10000 Yuan – rata-rata gaji per tahun warga uighur adalah 2400 Yuan.
Xinjiang Daily melaporkan bahwa di tahun 2005, 18.227 penduduk di Xinjiang ditahan karena mengancam keamanan negara angka ini naik 25% dari angka tahun 2004
Arus migrasi etnis han oleh pemerintah cina mencapai angka rata-rata 200 ribu orang/tahun. Pada tahun 1936 partai Kuomintang (republik Cina) memperkirakan penduduk muslim ada 48 juta jiwa, namun semenjak Mao Zedong berkuasa dengan PKC maka jumlah itu tinggal 10 juta jiwa.
PKC menutup paksa sebanyak 29.000 masjid di Cina. Di bidang pendidikan sejumlah sekolah Islam ditutup dan sekitar 360 ribu muslim yang ditangkap karena bersekolah di sekolah Islam.
digulirkan kampanye “strike hard” pada 1996, mencakup kebijakan memperketat pengendalian terhadap kegiatan agama, pembatasan pergerakan orang dan tidak menerbitkan paspordan menahan orang-orang yang didicurigai mendukung separatis dan anggota keluarga mereka.
Xinjiang: Penderitaan Muslim di Tanah Penuh Berkah
Tekanan dan kedzaliman yang dilakukan oleh pemerintah Cina semenjak tahun 1911 – 1949 dalam pemerintahan Republik Cina dan 1949 – sekarang oleh RRC membuat muslim uighur maupun muslim hui menjadi sangat gerah. Di Xinjiang, walaupun daerah tersebut sangat kaya dengan minyak dan pariwisatanya, namun penduduk uighur hidup dalam kemiskinan dan tekanan dalam ibadah mereka. Pemerintah Cina seolah-olah ingin mengatakan “Kami mau harta di Xinjiang tetapi tidak menginginkan orang-orang uighur”. Akumulasi tekanan dan penindasan inilah yang menjadi cikal bakal kerusuhan-kerusuhan di Xinjiang, termasuk terakhir yang terjadi 5 Juli 2009 lalu.
Tercatat sekitar 184 orang meninggal 1434 orang dipenjara dan 1680 lainnya terluka dalam bentrok aparat dengan muslim uighur. Dan yang lebih parah lagi, setelah kejadian itu, pemerintah Cina seolah membiarkan ketika kejadian ini berganti menjadi kerusuhan etnis. Setelah pemerintah dan aparat keamanan yang menghabisi etnis uighur, giliran suku Han yang dipancing untuk menghabisi etnis uighur, dan ini dibiarkan begitu saja oleh pemerintah Cina. Lebih menuakitkan lagi, sampai sekarang aparat Cina mengepung kota Urumqi dengan tentara yang sangat banyak dan melarang shalat jum’at bagi orang muslim uighur.
Bagaimana reaksi Indonesia dalam kasus ini? seperti biasa dan seperti yang sudah kita saksikan pada kasus Muslim Palestina yang dibantai Israel dan Muslim Rohingya yang disiksa Myanmar dan Thailand, yaitu pemerintah RI memutuskan untuk tidak ikut campur. Dubes RI untuk Cina, Sudrajat menyampaikan “Apa yang terjadi di Xinjiang adalah urusan dalam negeri China dan kita menghormati kedaulatannya dan tidak akan campur tangan masalah itu.” (Antara, 12/7/2009)
Padahal mereka telah menyaksikan:
Seorang mukmin terhadap mukmin (lainnya) bagaikan satu bangunan, satu sama lain saling menguatkan (HR. Bukhari dan Muslim).
Umat Muslim adalah satu ummat satu sama lain tanah mereka adalah satu, perang mereka adalah satu, perdamaian mereka adalah satu dan kebenaran mereka adalah satu (HR. Muslim).
Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan saling berempati bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggotanya merasakan sakit maka seluruh tubuh turut merasakannya dengan berjaga dan merasakan demam (HR. Muslim).
Akar Masalah dan Solusi
Setidaknya ada 2 kemungkinan sebab kejadian kerusuhan Xinjiang ini terjadi:
1. Penindasan terhadap muslim Xinjiang dan ketidakadilan dari pemerintah Cina adalah suatu hal yang wajar ketika kita mengetahui bahwa Xinjiang adalah wilayah yang sangat kaya. Xinjiang menguasai 20 persen cadangan potensial minyak di Cina, dan pemerintah Cina telah mengeluarkan laporan bahwa Xinjiang akan menjadi pusat industri mintak Cina dalam 10 tahun kedepan. Selain itu pemerintah Cina memperoleh pendapatan dari pariwisata rata-rata Rp. 15 trilliun/tahun . Sehingga pemerintah Cina perlu untuk merantai Xinjiang dengan cara melakukan penindasan-penindasan dan migrasi penduduk etnis han kesana.
2. Amerika berkepentingan untuk menjaga stabilitas di asia dengan cara mengurung cina (containing China) dan menjaga agar jangan sampai negara-negara yang mengelilingi Cina (Pakistan, Afghanistan, Kyrgistan, Uzbekistan, termasuk Tibet dan Xinjiang) berada dalam pengaruh Cina. Oleh karena itu, AS pasti akan selalu menyulut api pertikaian disini seperti yang jelas-jelas dilakukannya kepada Kashmir, Tibet, Pakistan dan Afghanistan saat ini. Semua ini didasarkan pada ketakutan AS atas prediksi Samuel Huntington dalam bukunya Clash of Civilization: Remaking the World Order, bahwa tantangan paling serius bagi hegemoni Amerika pada masa mendatang adalah revivalisme Islam dan peradaban Cina. Hal ini juga ditegaskan oleh Will Hutton, seorang ekonom dan juga think-tank para pemimpin AS yang menyampaikan bahwa Islam radikal merepresentasikan tantangan terbesar bagi peradaban Barat setelah runtuhnya fasisme dan Komunisme. Senada dengan itu, Michael Buriyev, Ketua Parlemen Rusia seolah memperingatkan AS dengan prediksinya bahwa dunia sedang menuju menjadi 5 negara besar: Rusia, Cina, Khilafah Islam, Konfederasi Dua Amerika, dan India jika India bisa bebas dari cengkraman Islam yang mengurungnya. Maka AS tidak akan mau kecolongan dengan Cina dan Khilafah, maka ia terus menghambat kemungkinan keduanuya untuk muncul.
Semua ini harusnya memberikan kita sebuah gambaran yang sangat jelas, tentang apa yang bisa menyelesaikan permasalahan di Xinjiang. dan memberikan petunjuk yang sharih tentang apa yang harus kita lakukan sebagai kewajiban kita yang paling besar dan utama. Maka urusan ini adalah Khilafah Islamiyyah. Sungguh semua solusi telah dicoba dan diterapkan dan ternyata menghasilkan hasil nol besar. Hanya persatuan kaum muslim dalam bingkai Khilafah Islam yang secara teoritis dan praktis bisa menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh kaum muslim dimanapun mereka berada.
Mari kita merenung sejenak. Idul Fitri tahun 2008 lalu, saya sempat bertemu dengan saudara-saudara saya dari Xinjiang, mereka menyampaikan betapa parahnya keadaan di tempat mereka, bayangkan saja, untuk “nyantri” Islam mereka harus menempuh perjalanan sampai ke Indonesia, Yaman ataupun negeri-negeri lain. Yang ketika mereka kembali ke negerinya, mereka baru boleh berdakwah jika sesuai dengan keinginan PKC. Mereka menyampaikan kepada saya perihal pelarangan shalat jum’at, pelarangan shalat ied, melarang untuk mengadakan halqah dan sejenisnya, dan banyak lagi tekanan yang mereka dapatkan bila mereka dicurigai pemerintah Cina, dan bukan hanya mereka yang ditangkap, tetapi keluarga mereka yang jadi korban
Sekarang bandingkan dengan kita, bila kita tidak suka dengan suatu hukum kufur dan thaghut, bila kita merasa sesuatu tidak syar’I, bila kita merasa Islam dihina: KITA BISA BERGERAK! KITA BISA BERBICARA! tapi kenapa kita masih mengunci mulut kita dengan sejuta alasan, dan memberatkan kaki dan tangan kita dengan batu-batu cinta dunia dan takut mati?! Apakah surga sudah menjadi pertukaran yang murah?! haruskah sampai ada senapan dan bedil didepan mata kita baru kita akan bergerak? haruskah ketika Izrail menjemput kita baru bersedia berbicara?!
STAND UP FOR ISLAM! NOW!
Sumber: Felix Siauw