Monday, December 20, 2010

Mendakwahi Fir'aun-nya Indonesia (Pledoi Ustad Aman Abdurrohman pd Sidang Sandiwara 6/12)

Senin lalu (6/12) Ustadz Amman membacakan Pledoinya di PN Jakarta Barat. Dalam Pledoi berjudul "Yang Bersalah Itu Fir'aun, Bukan Kami" tersebut, Ustadz Amman secara panjang lebar dan tegas menjelaskan posisinya dan posisi pemerintah yang telah memenjarakannya. Berikut isi lengkap Pledoi Ustadz Amman. Semoga bermanfaat!

YANG BERSALAH ITU FIR'AUN BUKAN KAMI

إِنَّ فِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَجُنُودَهُمَا كَانُوا خَاطِئِينَ

Segala puji hanyalah milik Allah Penguasa alam semesta yang kepada-Nyalah segala putusan diserahkan, yang tiada kebenaran kecuali bila bersumber dari ajaran-Nya, dan tiada kebersalahan kecuali bila dinyatakan salah di dalam ajaran-Nya.

Sholawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rosululloh yang diutus dengan membawa hukum dan ajaran yang barangsiapa menyelisihinya dan menyimpang darinya, maka dia telah sesat jalannya. Sungguh tiada kesalahan dan pelanggaran kecuali dalam pelanggaran terhadap hukum yang dibawanya. Wa ba'du:

Allah ta'ala berfirman:

إِنَّ فِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَجُنُودَهُمَا كَانُوا خَاطِئِينَ

"Sesungguhnya Fir'aun, Haman dan bala tentaranya, mereka itu adalah orang-orang yang bersalah." (Al Qashash [28] : 8 )

Ayat ini menegaskan bahwa Raja Fir'aun, para pejabat pembantunya dan aparat keamanannya adalah orang-orang yang bersalah yang menjadi tersangka dan terdakwa di hadapan hukum Alloh ta'ala. Namun sudah barang tentu mereka tidak mengaku sebagai orang-orang yang bersalah yang pantas digusur ke meja hijau, karena mereka adalah rezim yang berkuasa yang mana segala tindakan dan ucapan mereka adalah sah secara hukum dan benar sesuai undang-undang, sebabnya adalah bahwa hukum dan undang-undang yang ada adalah buatan mereka sendiri.

Ketahuilah sesungguhnya Alloh ta'ala telah menyebutkan di antara kesalahan Fir'aun itu adalah karena dia telah melampaui batas dirinya sebagai makhluk:

اذْهَبْ إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى

"Pergilah kamu (Musa) kepada Fir'aun, karena sesungguhnya dia itu telah melampaui batas," (An Nazi'at: 17)

dimana dia mengatakan:

أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَى

"Akulah tuhan kalian tertinggi". (An Nazi'at: 24)

juga ucapannya:

مَا عَلِمْتُ لَكُم مِّنْ إِلَهٍ غَيْرِي

"Aku tidak mengetahui ada tuhan bagi kalian selain aku." (Al Qashash [28] : 38)

Bahkan dengan angkuh mengatakan Nabi Musa 'alaihissalam:

لَئِنِ اتَّخَذْتَ إِلَهًا غَيْرِي لَأَجْعَلَنَّكَ مِنَ الْمَسْجُونِينَ

"Andai kamu menjadikan tuhan selain aku, sungguh aku benar-benar akan memenjarakan kamu". (Asy Syu'ara [26] : 29)

Jadi diantara kesalahan Fir'aun ini adalah bahwa dia mengaku dirinyalah satu-satunya tuhan yang harus diibadati, dan dia mengancam orang yang menolak ketuhanannya dengan ancaman penjara. Namun yang menjadi pertanyaan di sini adalah: ketuhanan macam apakah yang diakui dan diklaim oleh Fir'aun dan bahwa hal itu adalah hak pretogatif muthlak miliknya?

Apakah dia mengklaim penciptaan langit dan bumi?

Dan apakah dia mengklaim bahwa manfa'at dan madhorrot ada di tangannya?

Dan apakah dia mengklaim pengetahuan terhadap hal-hal yang ghoib?

Pertanyaan-pertanyaan ini semua jawabannya adalah "TIDAK" berdasarkan penegasan nash-nash Al Qur'an. Adapun yang pertama, yaitu bahwa Fir'aun tidak mengakui bahwa dirinya yang menciptakan langit dan bumi, dan justeru sebaliknya dia itu meyakini bahwa Alloh-lah yang menciptakannya, maka itu adalah sebagaimana ucapan Nabi Musa 'alaihissalam kepada Fir'aun:

لَقَدْ عَلِمْتَ مَا أَنزَلَ هَؤُلاء إِلاَّ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ بَصَآئِرَ وَإِنِّي لَأَظُنُّكَ يَا فِرْعَونُ مَثْبُورًا

"Sungguh kamu telah mengetahui, bahwa tidak ada yang menurunkan (mukjizat-mukjizat) itu kecuali Robb yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata, dan sungguh aku benar-benar menduga kamu akan binasa, wahai Fir'aun.". (Al Isro' [17] : 102)

Dan adapun yang kedua, yaitu bahwa Fir'aun tidak mengklaim bahwa manfa'at dan madhorrot ada di tangannya, dimana dia tidak bisa mendatangkan manfa'at dan tidak bisa menolak madhorrot, maka itu sebagaimana yang Alloh ta'ala sebutkan di dalam Al Qur'an dimana Alloh ta'ala menimpakan adzab kepada Fir'aun dan kaumnya yang tidak bisa mereka tolak dan mereka hindari. Alloh berfirman:

فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمُ الطُّوفَانَ وَالْجَرَادَ وَالْقُمَّلَ وَالضَّفَادِعَ وَالدَّمَ آيَاتٍ مُّفَصَّلاَت

"Maka Kami kirimkan kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak dan darah (air minum menjadi darah) sebagai bukti-bukti yang jelas," (Al A'rof [7] : 133)

Dan ternyata yang dilakukan Fir'aun dan pengikutnya yang kafir tatkala adzab itu menimpa mereka adalah meminta kepada Nabi Musa 'alaihissalam agar berdoa kepada Alloh ta'ala agar mencabut adzab itu dari mereka, seraya mengatakan:

يَا مُوسَى ادْعُ لَنَا رَبَّكَ بِمَا عَهِدَ عِندَكَ لَئِن كَشَفْتَ عَنَّا الرِّجْزَ لَنُؤْمِنَنَّ لَكَ وَلَنُرْسِلَنَّ مَعَكَ بَنِي إِسْرَآئِيلَ

"Wahai Musa! Mohonkanlah untuk kami kepada Robb-mu sesuai dengan janji-Nya kepadamu. Jika engkau dapat menghilangkan azab ini dari kami, niscaya kami akan beriman kepadamu dan pasti akan kami biarkan Bani Israil pergi bersamamu." (Al A'rof [7] : 134)

Jadi Fir'aun itu meyakini bahwa manfa'at dan madhorrot itu hanya di Tangan Alloh ta'ala, dan bahkan Fir'aun juga tidak berani menghadapi mukjizat-mukjizat Nabi Musa 'alaihissalam di dalam pertarungan yang menjadi penentuan kecuali dengan mengupah para tukang sihir untuk menghadapinya, dan itupun setelah Fir'aun meminta pendapat para pembantunya:

قَالَ الْمَلأُ مِن قَوْمِ فِرْعَوْنَ إِنَّ هَذَا لَسَاحِرٌ عَلِيمٌ، يُرِيدُ أَن يُخْرِجَكُم مِّنْ أَرْضِكُمْ فَمَاذَا تَأْمُرُونَ، قَالُواْ أَرْجِهْ وَأَخَاهُ وَأَرْسِلْ فِي الْمَدَآئِنِ حَاشِرِينَ، يَأْتُوكَ بِكُلِّ سَاحِرٍ عَلِيمٍ، وَجَاء السَّحَرَةُ فِرْعَوْنَ قَالْواْ إِنَّ لَنَا لأَجْرًا إِن كُنَّا نَحْنُ الْغَالِبِينَ، قَالَ نَعَمْ وَإَنَّكُمْ لَمِنَ الْمُقَرَّبِينَ، قَالُواْ يَا مُوسَى إِمَّا أَن تُلْقِيَ وَإِمَّا أَن نَّكُونَ نَحْنُ الْمُلْقِينَ، قَالَ أَلْقُوْاْ فَلَمَّا أَلْقَوْاْ سَحَرُواْ أَعْيُنَ النَّاسِ وَاسْتَرْهَبُوهُمْ وَجَاءوا بِسِحْرٍ عَظِيمٍ، وَأَوْحَيْنَا إِلَى مُوسَى أَنْ أَلْقِ عَصَاكَ فَإِذَا هِيَ تَلْقَفُ مَا يَأْفِكُونَ، فَوَقَعَ الْحَقُّ وَبَطَلَ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ، فَغُلِبُواْ هُنَالِكَ وَانقَلَبُواْ صَاغِرِينَ، وَأُلْقِيَ السَّحَرَةُ سَاجِدِينَ

"Pemuka-pemuka kaum Fir'aun berkata: "Orang ini (Musa) benar-benar penyihir yang pandai, yang hendak mengusir kalian dari negeri kalian". (Fir'aun berkata): "Maka apa saran kamu?" (Pemuka-pemuka itu) menjawab: "Tahanlah (untuk sementara) dia dan saudaranya dan utuslah ke kota-kota beberapa orang untuk mengumpulkan (para penyihir), agar mereka membawa semua penyihir yang pandai kepadamu". Dan para penyihir datang kepada Fir'aun, mereka berkata: "Apakah kami akan mendapat imbalan jika kami menang?" Dia (Fir'aun) menjawab: "Ya, bahkan kalian pasti termasuk orang-orang yang dekat (kepadaku)". Mereka (para penyihir) berkata: "Wahai Musa! Kamukah yang akan melemparkan terlebih dahulu, atau kami yang akan melemparkan?" Dia (Musa) menjawab: "Lemparkanlah (lebih dahulu)!" Maka setelah mereka melemparkan, mereka menyihir mata orang banyak dan menjadikan orang banyak itu takut, karena mereka memperlihatkan sihir yang hebat (mena'jubkan). Dan Kami wahyukan kepada Musa: "Lemparkanlah tongkatmu!". Maka ia (tongkat itu) menelan (habis) segala kepalsuan mereka. Maka terbuktilah kebenaran, dan segala yang mereka kerjakan menjadi sia-sia. Maka mereka dikalahkan di tempat itu, dan jadilah mereka orang-orang yang hina. Dan para penyihir itu serta merta menjatuhkan diri dengan bersujud." (Al A'rof [7] : 109-120)

Begitulah orang-orang upahan sang tuhan palsu itu tidak berdaya di hadapan mukjizat Musa 'alaihissalam, dan mereka pun malah berbalik beriman kepada Musa 'alaihissalam, dan sang Fir'aun-pun murka kepada mereka dan membunuh mereka dengan kejam.

Dan adapun perihal bahwa Fir'aun itu tidak mengetahui yang ghoib, adalah bahwa tatkala dia memiliki kekhawatiran bahwa kekuasaannya akan hancur oleh pria Bani Israil, maka dia memerintahkan aparat keamanannya agar membunuhi semua pria Bani Israil, namun dia malah memelihara dan memungut bayi laki-laki Bani Israil yang dikemudian hari menjadi penghancur kekuasaannya, yaitu Musa 'alaihissalam:

فَالْتَقَطَهُ آلُ فِرْعَوْنَ لِيَكُونَ لَهُمْ عَدُوًّا وَحَزَنًا

"Maka dia (Musa) dipungut oleh keluarga Fir'aun agar (kelak) dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka," (Al Qashash [28] : 8 )

Dari ayat-ayat tadi diketahuilah bahwa Fir'aun meyakini bahwa Alloh ta'ala sajalah yang menciptakan langit dan bumi beserta isinya, Dia sajalah yang mengkabulkan doa dan Dia sajalah Dzat yang mengetahui yang ghoib.

Jadi kalau demikian, ketuhanan macam apakah yang Fir'aun sematkan kepada dirinya dan dia tolak dari selainnya, termasuk Alloh ta'ala?

Untuk memahami hal ini, maka simaklah uraian berikut ini:

Alloh ta'ala berfirman:

إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلّهِ

"Hak menentukan hukum hanyalah milik Allah." (Yusuf [12] : 40)

Ayat ini menjelaskan bahwa wewenang pembuatan hukum, undang-undang dan putusan hanyalah hak khusus (prerogatif) milik Alloh. Ini dikarenakan kewenangan pembuatan hukum itu adalah berkaitan dengan penciptaan, sebagaimana Firman-Nya ta'ala:

أَلاَ لَهُ الْخَلْقُ وَالأَمْرُ

"Ingatlah, hanyalah milik-Nyalah mencipta dan memerintah." (Al A'rof [7] : 54)

Dikarenakan yang menciptakan itu hanyalah Alloh, maka hanya Alloh sajalah yang berhak memerintah, melarang dan menentukan hukum dan aturan. Dan sebagaimana Alloh ta'ala itu tidak menyertakan satu makhluk-pun di dalam penciptaan, maka Dia-pun tidak mengizinkan dan tidak menyertakan satu makhluk-pun di dalam kewenangan pembuatan hukum dan undang-undang, sebagaimana Firman-Nya:

وَلَا يُشْرِكُ فِي حُكْمِهِ أَحَدًا

"Dan Dia tidak menyertakan seorangpun di dalam hukum-Nya."(Al Kahfi [18] :26)

Dan bahkan Dia ta'ala melarang menyertakan atau menyekutukan seorang pun di dalam kewenangan pembuatan hukum yang merupakan hak khusus Alloh ta'ala. Dia ta'ala berfirman:

وَلَا تُشْرِكُ فِي حُكْمِهِ أَحَدًا

"Dan janganlah kamu menyekutukan  seorangpun di dalam hukum-Nya."(Al Kahfi [18] :26 sebagaimana di dalam qiro'ah ibnu 'Amir yang mutawwatir)

Sebagaimana orang yang meyakini adanya pencipta selain Alloh ta'ala adalah musyrik lagi kafir juga telah mempertuhankan selain Alloh itu, ini dikarenakan hak penciptaan adalah hak khusus Alloh, maka begitu juga orang yang menyandarkan kewenangan pembuatan hukum dan undang-undang atau sebagiannya kepada selain Alloh adalah musyrik, kafir lagi telah mempertuhankan selain Alloh.

Sebagaimana orang yang mengaku bahwa dirinya telah ikut andil bersama Alloh ta'ala di dalam penciptaan adalah divonis telah mengaku dirinya sebagai tuhan sekutu Alloh ta'ala, maka begitu juga orang yang mengaku bahwa dirinya itu berhak membuat hukum dan undang-undang di samping Alloh, adalah telah mengklaim bahwa dirinya itu adalah tuhan sekutu Alloh ta'ala. Dan sebagaimana orang yang mengklaim bahwa dirinyalah yang menciptakan manusia dan bahwa tidak ada yang menciptaka mereka kecuali dia, maka dia itu adalah telah mengklaim sebagai tuhan tertinggi satu-satunya bagi manusia, maka begitu juga orang yang mengklaim bahwa hanya dirinyalah yang berhak membuat hukum dan tidak ada hukum yang harus dijadikan rujukan kecuali hukumnya, maka dia itu berarti telah mengaku bahwa dirinya adalah tuhan tertinggi.

Untuk supaya lebih jelas masalahnya, maka perhatikan kandungan ayat-ayat ini:

اتَّخَذُواْ أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُواْ إِلاَّ لِيَعْبُدُواْ إِلَهًا وَاحِدًا لاَّ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ

"Mereka menjadikan alim ulama dan para pendetanya sebagai tuhan-tuhan selain Alloh dan (juga mereka mempertuhankan) Al masih putera Maryam, padahal mereka tidak diperintahkan kecuali supaya mereka beribadah kepada Ilah yang Esa, tidak ada tuhan yang berhak diibadati kecuali Dia. Maha Suci Alloh dari apa yang mereka persekutukan." (At Taubah [9] : 31)

Di dalam ayat ini Alloh ta'ala telah memvonis orang-orang nasrani dengan banyak vonis, diantaranya:

   1. Mereka telah mempertuhankan alim ulama dan para pendeta mereka.
   2. Mereka telah beribadah kepada alim ulama dan para pendeta itu.
   3. Mereka melanggar laa ilaaha illallaah.
   4. Mereka musyrik.
   5. Dan alim itu memposisikan dirinya sebagai tuhan.

Apa gerangan kemusyrikan orang-orang nasrani itu, dan bentuk peribadatannya, serta apa sebab alim ulama dan pendeta itu disebut telah memposisikan dirinya sebagai arbab selain Alloh? Apakah karena sebab ruku dan sujud atau karena sebab lain? Amatilah tafsir Nabi Sholallohu 'alaihi wa Sallam tentang ayat ini di dalam hadits hasan yang diriwayatkan At Tirmidzi, bahwa ketika ayat ini dibacakan oleh Rosululloh Sholallohu 'alaihi wa Sallam dihadapan 'Adi Ibnu Hatim (waktu itu seorang nasrani dan kemudian masuk Islam), dan saat 'Adi mendengar ayat ini dengan vonis-vonis tadi, maka dia mengatakan: "Kami (orang-orang nasrani) tidak beribadah kepada mereka" yaitu kami tidak pernah mempertuhankan mereka dan tidak pernah sholat dan berdoa kepada mereka, jadi kenapa kami dianggap telah beribadah kepada mereka, apa bentuk peribadatan kami kepada mereka itu?", maka Rosulullah Sholallohu 'alaihi wa Sallam menjelaskan bentuk peribadatan yang mereka lakukan kepada alim ulama dan pendeta itu dengan sabdanya:

أليسوا يحلون ما حرمه الله فتحلونه ويحرمون ما أحله الله فتحرمونه

"Bukankah mereka itu menghalalkan apa yang Alloh haramkan kemudian kalian menghalalkannya dan bukankah mereka mengharamkan apa yang Alloh halalkan kemudian kalian mengharamkannya?"

Maka 'Adi menjawab: Ya benar.

Maka Rosululloh Sholallohu 'alaihi wa Sallam berkata: "Maka itulah peribadatan kepada mereka".

Jadi peribadatan disini adalah penyandaran hukum kepada alim ulama dan pendeta dan penerimaan hukum mereka itu sebagai rujukan dan sandaran, yang padahal hal itu adalah hak khusus Alloh ta'ala yang bila dipalingkan kepada selain-Nya maka itu adalah syirik akbar dan bila diklaim oleh makhluk maka dia itu telah melampaui batas dan mengaku tuhan. Al Imam Hamd Ibnu 'Atiq mengatakan di dalam Kitab Ibtholut Tandid hal 76:

أجمع العلماء علي أن من صرف شيئا من نوعي الدعاء لغير الله فقد أشرك ولو قال لا إله إلا الله وصلي وصام وزعم أنه مسلم

"Para ulama telah sepakat bahwa barangsiapa memalingkan sesuatu dari ibadah itu kepada selain Alloh, maka dia telah musyrik walaupun mengucapkan laa ilaaha illallaah, walaupun dia sholat dan shoum serta walaupun dia mengaku muslim."

Sedangkan penyandaran hukum itu adalah ibadah yang murni hak Alloh ta'ala, dan bila disandarkan kepada selain Alloh ta'ala maka itu adalah syirik dan orang yang menjadikan hukum itu sebagai rujukan maka dia itu orang musyrik walaupun hanya satu hukum saja, sebagaimana yang Alloh ta'ala jelaskan di dalam Al Qur'an perihal bangkai:

وَلاَ تَأْكُلُواْ مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَى أَوْلِيَآئِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ

"Dan janganlah kamu (hai Muhammad) memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan-syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar membantah kamu, dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik." (Al An'am [6] : 121)

Ayat ini diantaranya berkaitan dengan perdebatan antara Auliya Ar Rohman dengan Auliya Asy Syaithon (kafirin Quroisy), dimana orang-orang kafir itu menghalalkan bangkai dan mendebat kaum muslimin agar ikut menghalalkannya. Al Hakim meriwayatkan dengan sanad yang shohih dari Ibnu 'Abbas Rodhiyallohu 'anhuma berkata tentang ucapan orang-orang kafir itu: "Apa yang disembelih oleh Alloh (yaitu bangkai) maka kalian tidak mau memakannya, sedangkan yang kalian sembelih maka kalian memakannya?", maka Alloh menurunkan "Sesungguhnya syaitan-syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar membantah kamu."

Di sini hanya satu hukum saja yaitu penghalalan bangkai, namun Alloh memvonis orang yang menurutinya sebagai orang musyrik, "dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik," sedangkan orang yang menggulirkannya sebagai wali (teman) syaitan, "sesungguhnya syaitan-syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar membantah kamu." dan hukum buatannya itu dicap sebagai wahyu dan bisikan syaitan.

Bila saja penyandaran hak pembuatan satu hukum kepada selain Alloh ta'ala adalah kemusyrikan dan menjadikan hukum buatan tersebut sebagai rujukan di dalam putusan, dakwaan, fatwa atau vonis adalah syirik akbar yang merupakan pembatal keislaman, maka bagaimana halnya dengan pembuatan dan perujukan lebih dari satu hukum buatan.

Dan bila saja pengklaiman kewenangan pembuatan satu hukum itu merupakan pengklaim ketuhanan, maka bagaimana halnya dengan pengklaiman bahwa dirinyalah dan lembaganyalah yang berwenang membuat hukum, dan bahwa hukum apapun tidaklah menjadi hukum yang sah lagi memiliki kekuatan undang-undang kecuali setelah disahkan dan ditetapkan oleh dirinya dan lembaganya. Dan inilah ketuhanan yang fir'aun maksudkan dengan ucapannya:

أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَى

"Akulah tuhan kalian tertinggi". (An Nazi'at: 24)

dan ucapannya:

مَا عَلِمْتُ لَكُم مِّنْ إِلَهٍ غَيْرِي

"Aku tidak mengetahui ada tuhan bagi kalian selain Aku." (Al Qashash [28] : 38)

yaitu bahwa akulah satu-satunya yang berkuasa membuat hukum dan tidak ada hukum yang boleh kalian taati selain hukum aku.

Sedangkan peribadatan yang Fir'aun inginkan dari rakyatnya bukanlah sholat dan doa kepadanya, akan tetapi ketaatan dan loyalitas kepada hukum dan perintahnya.

Jadi inilah diantara kesalahan dan tindak pidana yang didakwakan oleh Alloh ta'ala kepada Fir'aun, dimana dia telah merencanakan dan atau menggunakan orang lain untuk melakukan tindak pidana penentangan terhadap Alloh dan hukum-Nya, sedangkan dakwaan yang dililitkan kepada para pejabat dan aparat keamanan Fir'aun adalah karena mereka telah dengan sengaja memberikan bantuan dan kemudahan terhadap Fir'aun di dalam melakukan tindak pidana penentangan terhadap kekuasaan Allah. Dan mereka semua itu, yaitu Fir'aun, para pejabatnya dan aparat keamanannya, telah dengan sengaja dan secara sadar melakukan pemufakatan jahat, percobaan atau pembantuan untuk melakukan tindak pidana penentangan terhadap hukum Alloh ta'ala dan teror terhadap orang-orang yang ingin menegakkan hukum Alloh ta'ala dengan teror pemenjaraan sebagaimana yang dimaksud di dalam surat Asy Syu'aro ayat 29:

لَئِنِ اتَّخَذْتَ إِلَهًا غَيْرِي لَأَجْعَلَنَّكَ مِنَ الْمَسْجُونِينَ

"Andai kamu menjadikan tuhan selain aku, sungguh aku benar-benar akan memenjarakan kamu".

dan teror pembunuhan sebagaimana yang dimaksud di dalam surat Al Mu'min [40] ayat 26:

وَقَالَ فِرْعَوْنُ ذَرُونِي أَقْتُلْ مُوسَى

"Dan Berkata Fir'aun (kepada para pembesarnya): "Biarkanlah Aku membunuh Musa."

dan teror penyiksaan sebagaimana yang dimaksud dengan ucapannya:

فَلَأُقَطِّعَنَّ أَيْدِيَكُمْ وَأَرْجُلَكُم مِّنْ خِلَافٍ وَلَأُصَلِّبَنَّكُمْ فِي جُذُوعِ النَّخْلِ

"Maka sungguh, akan kupotong tangan dan kakimu secara bersilang, dan sungguh, akan aku salib kamu pada pangkal pohon kurma" (Thoha [20] : 71)

dan Fir'aun-pun melakukan teror dengan memerintahkan aparat keamanannya membunuhi kaum pria yang dikhawatirkan membahayakan ideologi dan pemerintahannya serta membiarkan kaum wanitanya terlantar tanpa pengayom:

إِنَّ فِرْعَوْنَ عَلَا فِي الْأَرْضِ وَجَعَلَ أَهْلَهَا شِيَعًا يَسْتَضْعِفُ طَائِفَةً مِّنْهُمْ يُذَبِّحُ أَبْنَاءهُمْ وَيَسْتَحْيِي نِسَاءهُمْ إِنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ

"Sesungguhnya Fir'aun telah berbuat sewenang-wenang di bumi dan menjadikan penduduknya berkelompok-kelompok, dia menindas segolongan dari mereka, dia menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya dia (Fir'aun) termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan." (Al Qashash [28]: 4)

Itulah dakwaan dan tuduhan yang dijeratkan kepada Fir'aun dan kaki tangannya.

Dan mari kita bandingkan realita Fir'aun itu dengan realita Pemerintah Republik Indonesia.....

Bukankah di negeri ini hak kewenangan pembuatan hukum dan undang-undang itu bukan di Tangan Alloh saja dan tidak diserahkan kepada-Nya saja, akan tetapi diserahkan kepada banyak sosok orang dan lembaga, yaitu diserahkan kepada MPR, DPR, DPRD dan Presiden serta yang lainnya. Sebagai contoh lihat buktinya:

* Terdapat di dalam UUD 1945 Bab II Pasal 3 ayat 1: "Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar."

Ini artinya bahwa MPR adalah arbab (tuhan-tuhan) pembuat hukum selain Alloh ta'ala, dan orang-orang yang duduk sebagai anggotanya adalah orang-orang yang mengaku sebagai tuhan seperti Fir'aun.

* Di dalam UUD 1945 Bab VII Pasal 20 ayat 1 dinyatakan bahwa: "Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang" padahal di dalam ajaran Alloh ta'ala (Islam) Penguasa langit dan bumi bahwa yang memegang kekuasaan membuat hukum dan undang-undang hanyalah Alloh ta'ala:

إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلّهِ

"Sesungguhnya hak menentukan hukum hanyalah milik Alloh." (Yusuf [12] : 40)

Dan makna pasal 20 ayat 1 UUD 1945 adalah sama dengan ucapan Fir'aun:

أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَى

"Akulah tuhan kalian tertinggi". (An Nazi'at: 24)

yaitu bahwa akulah yang memegang kekuasaan membentuk undang-undang yang diberlakukan kepada kalian.

* Kemudian tercantum di dalam UUD 1945 Bab VII Pasal 21 ayat 1 pernyataan bahwa: "Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul rancangan undang-undang," yang makna syar'inya bahwa para anggota DPR itu diberikan hak ketuhanan oleh UUD 45.

* Juga di dalam UUD 1945 Bab III Pasal 5 ayat 1 dinyatakan bahwa: "Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat," maknanya bahwa Presiden dan DPR sama-sama memiliki sifat ketuhanan yang diklaim oleh Fir'aun.

Bahkan masalahnya tidak terbatas pada pelimpahan wewenang hukum kepada lembaga-lembaga Fir'aun semacam itu, akan tetapi semua diikat dan dibatasi dengan kitab hukum tertinggi, yaitu UUD yang merupakan buatan MPR (lembaga Fir'aunisme tertinggi), dimana DPR boleh membuat hukum apa saja.

Tapi harus sesuai dengan UUD, sebagaimana di dalam UUD 45 pasal 1 ayat 2: "Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar."

Dan Presiden pun kekuasaannya dibatasi UUD buatan arbab (tuhan-tuhan) yang duduk di MPR bukan dibatasi oleh hukum Tuhan langit dan bumi, sebagaimana yang diatur di dalam UUD 45 Bab III pasal 4 ayat 1 bahwa: "Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan, menurut Undang-Undang Dasar."

Jadi ternyata perbuatan penguasa dan pemerintah negeri ini sama persis dengan perbuatan Fir'aun, dan begitu juga tindakan aparat keamanan negeri ini sama dengan aparat keamanan Fir'aun.

Bila Fir'aun mengancam setiap orang yang membangkang kepada ketuhanannya dan menolak tunduk kepada hukumnya dengan ancaman penjara:

لَئِنِ اتَّخَذْتَ إِلَهًا غَيْرِي لَأَجْعَلَنَّكَ مِنَ الْمَسْجُونِينَ

"Sungguh jika kamu menjadikan tuhan selain aku, pasti aku masukkan kamu ke dalam penjara". (Asy Syu'ara [26] : 29)

Maka begitu juga pemerintah negeri mengancam orang-orang yang membangkang kepada hukumnya dan ingin menggantinya dengan hukum Islam dengan ancaman penjara, karena penegakkan hukum Islam saja artinya adalah menolak ketuhanan Pancasila dan ketuhanan para pembuat hukum di dalam sistim kafir demokrasi.

Bila Fir'aun telah menuduh Nabi Musa 'alaihissalam dan para pengikutnya yang mengajak manusia ke dalam ajaran Alloh ta'ala dan hukum-Nya dengan tuduhan sebagai perusak tatanan dan ingin merubah ideologi negara sehingga pantas dibunuh dan diberantas, sebagaimana ucapannya:

ذَرُونِي أَقْتُلْ مُوسَى وَلْيَدْعُ رَبَّهُ إِنِّي أَخَافُ أَن يُبَدِّلَ دِينَكُمْ أَوْ أَن يُظْهِرَ فِي الْأَرْضِ الْفَسَاد

"Biarkanlah aku membunuh Musa dan suruh dia memohon kepada Robbnya, sesungguhnya Aku khawatir dia akan mengganti dien (ajaran/hukum/ideologi) kalian atau menimbulkan kerusakan di  bumi". (Al Mu'min [40] : 26)

dimana diantara makna dien adalah hukum dan undang-undang, sebagaimana firman-Nya:

مَا كَانَ لِيَأْخُذَ أَخَاهُ فِي دِينِ الْمَلِكِ

"Tidak mungkin dia (Yusuf) itu membawa saudaranya ke dalam undang-undang raja," (Yusuf [12]: 76)

Maka begitu pemerintah negeri ini juga telah menuduh para dai dan mujahid tauhid yang berjuang ingin menegakkan kalimat Alloh di negeri ini dengan dakwah tauhid yang suci dan dengan jihad yang tulus, pemerintah menuduh mereka sebagai perusak tatanan dan ingin merubah ideologi negara, yang harus segera ditumpas dan diberantas serta diberikan landasan hukum yang kuat dan kepastian hukum dalam mengatasi permasalahan yang mendesak dalam pemberantasan tindak pidana tersebut dan para pelakunya.

Bila Fir'aun memerintahkan semua aparatnya di semua daerah agar waspada terhadap gerakan dakwah Musa 'alaihissalam dan para pengikutnya yang berbahaya dan agar menghati-hatikan masyarakat darinya, mengawasinya serta agar tidak terpengaruh oleh kelompok kecil yang membawa pemahaman yang sesat, ganjil, berbahaya dan meresahkan itu, sebagaimana yang Alloh ta'ala ceritakan:

فَأَرْسَلَ فِرْعَوْنُ فِي الْمَدَائِنِ حَاشِرِينَ، إِنَّ هَؤُلَاء لَشِرْذِمَةٌ قَلِيلُونَ، وَإِنَّهُمْ لَنَا لَغَائِظُونَ، وَإِنَّا لَجَمِيعٌ حَاذِرُونَ

"Kemudian Fir'aun mengirimkan orang-orang ke kota-kota untuk mengumpulkan (bala tentaranya). (Fir'aun berkata): "Sesungguhnya mereka (Bani Israil) hanya sekelompok kecil, Dan Sesungguhnya mereka telah berbuat hal-hal yang menimbulkan amarah kita, Dan Sesungguhnya kita semua tanpa kecuali harus selalu waspada"." (Asy Syu'ara [26] : 53-56)

Maka begitu juga pemerintah negeri ini melakukan hal yang sama, dimana mereka menuduh para pemuda yang menginginkan kejayaan agama Islam dengan tauhid dan jihad sebagai kaum yang sesat yang memaksakan kehendak yang perlu diwaspadai dan diawasi gerakannya, sehingga perlu dibentuk detasemen khusus anti jihad untuk menanganinya dan perlu dibuat Polisi masyarakat untuk mempersempit gerakan dakwahnya dan pengajiannya serta perlu dibuatkan undang-undang khusus untuk menjerat para pelaku dan para pendukungnya sehingga muncullah undang-undang Republik Indonesia no 15 tahun 2003 tentang Penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang no 1 tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana jihad menjadi undang-undang.

Sungguh sangat serupa langkah-langkah pemerintah ini dengan langkah-langkah pemerintah Fir'aun.

أَتَوَاصَوْا بِهِ بَلْ هُمْ قَوْمٌ طَاغُونَ

"Apakah mereka saling berpesan dengannya? (Tidak) namun mereka itu kaum yang melampaui batas." (Adz Dzariyat [51] : 53)

تَشَابَهَتْ قُلُوبُهُمْ

"Sangat serupa hati mereka." (Al Baqoroh [2] : 118)

Bila tentu jelas hal ini, maka jelaslah bahwa yang bersalah di dalam permasalahan pelatihan militer di Aceh itu adalah Fir'aun-fir'aun negeri ini, para pembantu mereka dan aparat keamanannya yang telah melakukan pemufakatan jahat, percobaan atau pembantuan untuk melakukan tindak pidana penentangan terhadap kekuasaan Alloh ta'ala yang telah memerintahkan kaum muslimin untuk melakukan latihan militer di dalam Firman-Nya:

وَأَعِدُّواْ لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدْوَّ اللّهِ وَعَدُوَّكُمْ

"Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka berupa kekuatan yang kamu miliki dan pasukan berkuda yang dapat menggentarkan musuh Alloh dan musuh kamu." (Al Anfal [8] : 60)

Sedangkan diantara kekuatan yang wajib dipersiapkan itu adalah memanah atau menembak, sebagaimana sabda Nabi Sholallohu 'alaihi wa Sallam :

أَلا إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ أَلا إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ

"Ingatlah, sesungguhnya kekuatan itu adalah menembak, Ingatlah, sesungguhnya kekuatan itu adalah menembak." (HR Muslim)

Sedangkan menembak itu adalah menggunakan panah, senjata api dan alat lainnya sesuai zaman dan perkembangan teknologi.

Sehingga wajib atas setiap laki-laki muslim cakap menggunakannya dalam rangka i'dad dan jihad fi sabilillah. Namun pemerintah Indonesia yang kafir ini justru melarang orang Islam dari memiliki dan menggunakan senjata api, amunisi dan yang lainnya, apalagi bila digunakan untuk ibadah jihad, sebagaimana yang dinyatakan undang-undang anti jihad pasal 9 bahwa "Setiap orang yang secara melawan hukum memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan ke dan atau dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi, atau sesuatu bahan peledak dan bahan-bahan lainnya yang berbahaya dengan maksud untuk melakukan tindak pidana terorisme, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun."

Perhatikanlah pasal karet ini yang menjerat semua pihak yang memiliki andil di dalam pengadaan senjata api, amunisi dan bahan lainnya untuk tujuan jihad. Dan diantara bukti yang menunjukkan bahwa tindak pidana terorisme yang dimaksud di dalam pasal karet tadi adalah ibadah I'dad dan jihad adalah realita bahwa orang yang merampok untuk menjarah harta orang lain dengan menggunakan senjata api hanyalah dijerat pasal 365 KUHP bukan dengan UU anti terorisme yang vonisnya sangat ringan yang membuat para perampok makin ketagihan. Bahkan penggunaan senjata api, amunisi dan yang lainnya adalah hal yang legal bahkan wajib kalau tujuannya untuk membela negara dan pemerintah serta ideologi para penguasa yang kafir, maka dari itu tentara dan polisi dipersenjatai. Sungguh jahat dan durjana para penganut hukum kafir semacam ini, dimana senjata api dilarang penggunaannya dan bahkan sekedar menyimpannya kalau tujuannya membela agama dan hukum Alloh, bahkan mengetahui informasi perihal keberadaannya pun dan terus tidak melaporkannya adalah tidak lepas dari jeratan pidananya. Namun kalau yang memakainya adalah aparat yang menegakkan hukum kafir dan yang menjaga sistim negara yang kafir ini maka itu adalah hal yang sah.

Dan itu adalah makar musuh-musuh Alloh ta'ala agar mereka tetap kuat lagi bersenjata dan umat Islam ini tetap lemah jauh dari kekuatan dan senjata supaya tetap mudah digiring dan diatur dan dibinasakan bila menentang, sebagaimana firman-Nya ta'ala:

وَدَّ الَّذِينَ كَفَرُواْ لَوْ تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُم مَّيْلَةً وَاحِدَةً

"orang-orang kafir ingin agar kalian lengah terhadap senjata dan barang-barang kalian, lalu mereka menyerbu kalian sekaligus." (An-Nisa [4] : 102)

Pemerintah Fir'aun negeri ini ingin mematikan cahaya agama Alloh ta'ala dengan berbagai cara, tapi mana mungkin sinar matahari bisa dilenyapkan walaupun bisa saja sementara waktu ditutupi awan di sebagian tempat.

يُرِيدُونَ أَن يُطْفِؤُواْ نُورَ اللّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللّهُ إِلاَّ أَن يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُون

"Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan- ucapan) mereka, tetapi Alloh menolaknya, malah berkehendak menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir itu tidak menyukai." (At Taubah [9] : 32)

Maka silahkan pemerintah ini melakukan apa yang diinginkannya terhadap kami!...tapi ingatlah kita semua akan mati, dan di hadapan Alloh ta'ala kita semua akan mengetahui apakah ideologi Pancasila yang sekarang ini dijunjung tinggi, UUD 1945 yang selama ini dijadikan rujukan dan NKRI yang katanya harga mati itu bisa menyelamatkan dari adzab Alloh ta'ala atau justru malah membinasakan?

وَسَيَعْلَمُ الَّذِينَ ظَلَمُوا أَيَّ مُنقَلَبٍ يَنقَلِبُونَ

"Dan orang-orang dzalim itu akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali. (Asy Syu'ara [26] : 227)

Sekarang karena rezim mirip Fir'aun yang sedang berkuasa, maka segala tindakan jahat yang dilakukan aparatnya bila dalam menjalankan hukumnya adalah sah-sah saja walaupun itu terror atau penyiksaan yang mengerikan di tempat-tempat rahasia yang jauh dari jangkauan media dan bahkan pembunuhan dengan cara aniaya dan begitu juga perampasan harta benda.... Semua ini sah saja karena sudah sesuai hukum .... Hukum apa? Ya hukum buatan Fir'aun-Fir'aun negeri ini ... Intinya bahwa kekuasaan dan kekuatanlah yang bisa menjadikan sesuatu itu sah atau tidak....

Namun ketika datang suatu hari yang mana kekuasaan dan kerajaan di hari itu hanya milik Alloh ta'ala dan semua rezim Fir'aun telah sirna dan menjadi hina, maka di situlah kita akan berjumpa dan mengadakan persengketaan kita kepada Alloh Yang Maha Perkasa:

إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُم مَّيِّتُونَ ثُمَّ إِنَّكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عِندَ رَبِّكُمْ تَخْتَصِمُونَ

"Sesungguhnya kamu akan mati dan sungguh mereka akan mati (pula), kemudian di hari kiamat sesungguhnya kalian akan saling mengadakan persengketaan di sisi Robb kalian." [Az Zumar [39] : 30-31]

Ya kita akan bersengketa ... kami di pihak yang berusaha melaksanakan hukum Alloh ta'ala yang di dunia ini dituduh sebagai penjahat oleh rezim Fir'aun negeri ini, sedangkan pemerintah ini dan aparat hukumnya berada di pihak yang bersikukuh menjalankan hukum thoghut dan memaksakan hukum itu kepada umat manusia ....

Mari kita bersama-sama menunggu putusan dan vonis Penguasa alam semesta di akhirat kelak:

قُلْ كُلٌّ مُّتَرَبِّصٌ فَتَرَبَّصُوا فَسَتَعْلَمُونَ مَنْ أَصْحَابُ الصِّرَاطِ السَّوِيِّ وَمَنِ اهْتَدَى

"Katakanlah: Masing-masing (kita) sedang menunggu, maka tunggulah oleh kalian! Dan kelak kalian akan mengetahui siapa yang menempuh jalan yang lurus dan orang yang mendapatkan petunjuk." [Thoha (20) : 135]

Adapun di dalam persidangan ini, maka silahkan diputuskan apa yang ingin diputuskan, karena putusan yang akan diputuskan itu sudah tertulis di dalam Al Lauh Al Mahfudh 50 ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi, sehingga tidak akan kami takutkan atau kami risaukan, namun yang harus khawatir dan takut adalah pihak-pihak yang ikut andil di dalam mendzalimi kami tanpa sebab dosa kecuali karena kami beriman kepada Alloh ta'ala dan taat kepada hukum-Nya, karena sesungguhnya kedzaliman sekecil apapun akan Alloh ta'ala segerakan hukumannya di dunia di samping yang Alloh sediakan di akhirat. Rosululloh Sholallohu 'alaihi wa Sallam bersabda:

بابان معجّلان عقو بتهما فيالدنيا: البغي والعقوق

"Dua pintu yang disegerakan hukumannya di dunia: aniaya dan durhaka."

Juga sabdanya:

إن الله ليملي للظالم حتى إذا أخذه لم يفلته

"Sesungguhnya Alloh benar-benar mengulur (waktu) bagi orang dzalim, sehingga bila Dia menghukumnya maka dia tidak bisa lolos dari-Nya."

اللهم يا منزل الكتاب ويا مجري السحاب ويا هازم الأحزاب أعز الإسلام والمسلمين وأهلك الكفرة الظالمين ودمر أعداء الدين
وصلى الله على نبينا محمد واله وصحبه وسلم
والسلام على عباد الله المؤمنين

Aman Abdurrahman

http://arrahmah.com/index.php/news/read/10354/

Silahkan pilih, anda mau di jalan Alloh (sabilillah) atau jalannya setan (sabilith-thoghut)...

Tuesday, December 14, 2010

Transkrip Pesan Syaikh Usamah bin Ladin: Jalan Untuk Menyelamatkan Bumi dari Perubahan Iklim

بسم الله الرحمن الرحيم

Milisi Rebellion



Dengan Penuh Suka Cita

Menghadirkan
Transkrip Pesan Syaikhuna Usamah Biin Ladin

Jalan Untuk Menyelamatkan Bumi dari Pemanasan Global





Link Download


http://www.mediafire.com/?sccgvcwcd89bxg2






Doakan untuk kebaikan saudara-saudara Antum yang berjihad, mereka yang tertawan, mereka yang buron, dan juga ahli keluarganya yang sedang di jepit dan di putus perekonomiannya.




Saudara-saudara Antum di
Milisi Rebellion

http://milisirebellion.blogspot.com/2010/12/rilisan-mengagumkan-transkrip-pesan.html

Sunday, December 5, 2010

Imaroh Islam Afghanistan Beberkan Bukti-bukti Penggunaan Senjata Beracun oleh Pasukan Amerika

Juru Bicara Resmi Imarah Islam Afghanistan menunjukkan Bukti-bukti Penggunaan Senjata Beracun oleh Pasukan Amerika
بسم الله الرحمن الرحيم





Juru Bicara Imarah Islam Afghanistan menunjukkan :

Bukti-bukti Penggunaan Senjata Kimia Beracun oleh Pasukan Penjajah Amerika


Sebuah satu bukti bahwa Pasukan Amerika beberapa tahun silam menjatuhkan Bom jenis Thermoric Boms-Bunker Buster Bomb
yang sangat berbahaya bagi Para Penduduk Sipil yang tak berdosa demi memburu Para Mujahidin, hingga menyebabkan di berbagai Wilayah Mayoritas anak-anak yang dilahirkan dalam kondisi yang tidak Normal atau adanya penambahan pada bagian tubuh tertentu hingga menderita berbagai Jenis Penyakit yang Berbahaya.

Demi untuk memperjelas Masalah, maka kami kuatkan dengan Bukti-bukti sebagai berikut :

1. Seorang Pengamat Afghan, DR. Muhammad Daud Mireki melakukan Penyelidikan di berbagai Wilayah di Selatan dan ditemukannya banyak bukti-bukti yang menguatkan permasalahan ini.

2. Relawan Medis yang dikirim oleh Pusat Kesehatan Bidang Uranium Kanada ke Wilayah Selatan Afghanistan pada Tahun 2002 menemukan bukti bahwa Kandungan Uranium Isotopes yang ada pada Air Seni Para Penduduk di Wilayah ini naik mencapai 300-2000 Nanogram, padahal Batas Maksimum Kandungan tersebut pada Kondisi Normal hanya 10 Nanogram saja.

3. Stasiun Televisi Al-Alam mempublikasikan di Internet (http://www.alalam.ir/node/307570) Laporan Nyata mengenai gambar Anak-Anak yang dilahirkan Cacat akibat Pengaruh dari Senjata Beracum yang tersebar di Pelosok Negeri.

4. Beberapa waktu yang lalu, Seorang Staf Departemen Kesehatan Pemerintahan Kabul berkata kepada Media bahwa ia mendapatkan Referensi dan Saksi mata akan Penggunaan Bom yang dicampur dengan Uranium dan Fosfor oleh Pasukan Amerika pada Tahun 2001 di Wilayah Tora Bora , Sebelah Timur Afghanistan dimana tampak sisa-sisa dari Gas Beracun, Orang Cacat dan Berkembangnya Penyakit Kronis yang menyerang Setiap Kelahiran Baru, serta lemahnya Mental anak-anak tersebut dibandingkan dengan yang lainnya.

Sebagai tambahan, bahwa sekarang berkembang juga Penyakit Leukimia (Peningkatan Sel Darah Putih) di Wilayah ini juga yang mengakibatkan melemahnya Fungsi reproduksi Kaum Pria dan timbulnya banyak Kematian tanpa tampak adanya Luka ataupun Penyakit.

Oleh karena itu, Para Pemimpin Amerika, baik yang Sipil maupun Militer layak dituduh melakukan Tindak Pidana Kejahatan terhadap Manusia sebagaimana telah dibuktikan oleh Sumber-sumber diatas. Dimana yang melakukan Kajahatan ini adalah Amerika dan Sekutunya padahal mereka sendiri ikut tergabung dalam Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) di bawah Nangungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang membawahi banyak Oraganisasi HAM di Seluruh Dunia.

Maka kami dari Imarah Islam Afghanistan demi membela Rakyat yang Tertindas menyerukan kepada Organisasi-Organisasi, Yayasan, Lembaga HAM serta Pihak Independen untuk mengedepankan Tanggung jawab Profesionalisme dalam melakukan Upaya Pencegahan dan Penuntutan terhadap Pihak-Pihak yang terlibat dalam kejahatan terhadap Manusia tersebut serta berupaya keras untuk bisa Menyadarkan Publik dan Mengungkap lebih dari Insiden ini.

Wassalam
Qori Muhammad Yusuf (Ahmadi)
Juru Bicara Imarah Islam Afghanistan

2/12/2010 - 26/12/1431
(Berbeda dengan Penyataan yang lalu tertanggal 22/11/2010)

Situs Imarah Islam Afghanistan
(Shoutul Jihad)
www.alemarah-iea.com
(Majalah As-Shumud)
www.alemarah-iea.com

"Dan jika dikatakan kepada mereka 'Jangan berbuat Kerusakan di Muka Bumi', mereka berkata : 'Kami adalah orang berbuat Perbaikan'" (QS. Al-Baqarah : 11)
"Ketahuilah bahwa mereka adalah Orang yang Berbuat Kerusakan akan tetapi mereka tidak merasa"
(QS. Al-Baqarah : 12)




Keterangan : Juru Bicara Resmi
Imarah Islam Afghanistan
Qori Muhammad Yusuf (Ahmadi)
Wilayah Barat Daya dan Barat Laut Afghanistan
Dzabihullah (Mujahid)
Wilayah Tenggara dan Timur Laut Afghanistan

Allahu Akbar...!!!
Segala Kemuliaan milik Allah, Rasul-Nya dan Orang-orang yang Beriman

Devisi Media Imarah Islam Afghanistan

----------------------------------------------

Sumber :

Situs Shoutul Jihad tertanggal 2 Desember 2010
Situs Resmi Devisi Media Imarah Islam Afghanistan

Foto-foto yang diterbitkan Stasiun Televisi Al-Alam :














Allahul Musta'aan wa 'alaihit Tawakkulaan...

Sunday, November 14, 2010

Kisah Berakhirnya Ma’alim fith-Thoriq

Berikut ini sebuah kisah yang saya alami (penulis, Abu Mush’ab As-Suri). Saya ceritakan di sini hanya sebagai contoh saja karena pada saat ini banyak sekali bukti.

Sebelum saya pindah dari Suria menyusul ambruknya gerakan jihad, saya bergabung dengan tanzhim jihad bernama Ath-Tholi’ah Al-Muqotilah (Pandega Petempur). Nasib akhirnya menentukan saya menjadi anggota organisasi Ikhwanul Muslimin, lalu menjadi anggota komando militer Ikhwanul Muslimin pada 1980.

Ketika kami berada di Baghdad, karena kami adalah kader militer, kami tidak tahu apa pun yang direncanakan oleh komando sayap politik kami. Tiba-tiba, kami dikejutkan dengan keputusan penghentian aksi militer, pembubaran organisasi militer, dan mereka mengumunkan awal fase jihad politik.

Pada bulan Maret 1982 (setelah mereka menjadi penyebab kehancuran kota Hama dan setelah mujahidin di seantero Suria dihabisi), mereka mengumumkan berdirinya koalisi kebangsaan yang terdiri dari Ikhwanul Muslimin, Front Islam, kelompok ulama sufi independen, partai kanan Ba’ats (komunis) yang ketika itu menginduk ke Iraq dengan pelindung Saddam Husein, dan partai-­partai sekuler sempalan.

Koalisi ini dimaksudkan untuk menghadang partai Ba’ats Suria yang beraliran kiri ala Naseer Mesir. Mereka membuat piagam “Islamis Sekuleris” sesuai dengan identitas partai pembentuknya. Setelah itu, koalisi diperluas lagi menjadi “Aliansi Nasional untuk Pembebasan Suria” dengan masuknya Rif’at Al-Asad (saudara Hafidz Asad) pengikut doktrin Naseer Presiden Mesir. Ya, Rif‘at yang pernah memimpin berbagai pembantaian dan penguburan massal Ikhwanul Muslimin dan kaum muslimin lainnya. Karena kini Rifat Al-Asad berubah menjadi oposisi bagi rezim yang dipimpin oleh saudaranya memperebutkan kekuasaan, ia pun diterima dalam koalisi nasional tersebut.

Arah politik ini, diikuti dengan manhaj dan fikih baru yang mengharuskan struktur tarbiyah Ikhwanul Muslimin mengajarkan-nya kepada para muhajidin. Syaikh Munir Al-Ghadhban samahahullah dari Ikhwanul Muslimin Suria menulis dalam buku barunya ‘At-Taha1uf As-Siyasi fil Islam ” dia harus mengoreksi tulisan-tulisannya. Ia bersama Syaikh Sa’id Hawa, Syaikh Abdul Fattah Abu Ghaddah, dan ulama Ikhwanul muslimin Suria lainnya mengemban tugas sosialisasi fikih baru yang sesuai fase yang ada. Dalam fikih baru ini, istinbath-istinbath yang diambil dari perjanjian-perjanjian Rasulullah mengalami banyak penyimpangan.

Sampai-sampai, salah seorang murabbi senior Ikhwanul muslimin, pada waktu itu, berterus-terang kepada saya: “Saya punya problem besar. Bagaimana saya harus mengajarkan buku-buku yang mensejajarkan antara kita dan kaum sekuler kepada para pemuda dan menjelaskan piagam Aliansi Nasional kepada mereka, lalu sekaligus mengajarkan buku Ma’alim fi Ath-Thariq karya Sayyid Qutb?”

Bagi yang ingin mendapatkan lebih detil masalah ini, silahkan membaca buku saya Ats‑

Tsaurah Al-Islamiyah Al-Jihadiyah fi Suriya: Alam wa Amal (Revolusi Islam Jihadi di Suria: Derita dan Harapan) yang diterbitkan tahun 1990.

Dalam waktu yang sama, pada tahun 1989, salah seorang instruktur Ikhwanul Muslimin Yordania di Amman bercerita kepada saya. Ketika Ikhwanul muslimin Yordania memutuskan untuk masuk dalam parlemen dan kabinet, yang berarti kekuasaan legislatif dan eksekutif di sisi Raja Hussein seperti disiarkan oleh Radio Amman, saudara kita ini bertutur kepada saya:

“Dengarlah lelucon berikut: Saya bergabung dengan Ikhwanul Muslimin pada awal tahun 70-an. Saya diminta untuk meyakini bahwa Raja Hussein kafir karena ia memerintah dengan hukum selain yang diturunkan Allah. Buku rujukan utama kami pada waktu itu adalah Ma’alim fi Ath-Thariq (karya Sayyid Qutb). Sebelumnya, saya sudah membaca sebagian buku­-buku tafsir. Di sana saya menemukan pendapat sebagian tabi’in tentang masalah itu yang mengistilahkan dengan kufr duna kufr (perbuatan kufr, tapi tidak mengeluarkan seseorang dari agama atau kufr kecil).

Dengan dasar itu, saya pikir, raja Hussein tetap muslim, cuma fasik dan zalim, serta tidak kafir. Setelah pendapat saya diketahui oleh Ikhwanul Muslimin, saya diadili oleh pengadilan Ikhwan. Mereka memberi tempo kepada saya untuk mengubah pandangan saya akan tetap islamnya Raja Hussein atau kalau tidak mau, saya dikeluarkan dari Ikhwanul Muslimin! Pada saat penantian itu, status keanggotaan saya dibekukan.

Saya pun merenungkan hal itu dan Allah tunjukkan diriku seperti pandangan mereka. Saya pun menyatakan kekafiran Raja Hussein dan status keanggotaan saya diaktifkan kembali.

Selang beberapa tahun, saya menjadi instruktur Ikhwanul Muslimin dan saya ajarkan kepada para pemuda dalil-dalil kekafiran raja Hussein, baik yang saya nukil dari buku Ma’a-lim fi Ath-Thariq maupun dari buku-buku lain. Pada tahun 1989-1990, yakni setelah hampir dua puluh tahun dari peristiwa itu, Ikhwanul muslimin Yordania masuk parlemen dan beberapa di antara mereka menjadi anggota kabinet.

Ikhwanul Muslimin menulis karya dalam bidang fikih yang mengakui keislaman Raja Hussein dan membolehkan masuk parlemen. Sebagian mereka membolehkan masuk kabinet saja, namun melarang masuk parlemen. Ini (menurut mereka –padahal tidak benar- sesuai mazhab Nabi Yusuf) yang mau bekerja pada pemerintahan Fir’aun dan menjadi menteri perbendaharaan (keuangan) negara. Sementara, kelompok kedua berpendapat sebaliknya. Adapun kelompok ketiga, membolehkan masuk kedua institusi tersebut. Meski terdapat perbedaan pendapat, tetapi mereka semua sepakat atas keislaman Raja Hussein, hingga problem hukum yang masuk ke dalam pemerintahan bisa terselesaikan.”

Rekan saya tersebut menambahkan, “Namun, selama dua puluh tahun di Ikhwanul Muslimin, hati saya begitu yakin akan kekafiran Raja Hussein. Saya telah mempelajari dan mengajarkannya kepada orang lain. Lalu, bagaimana tiba-tiba sekarang saya harus menyatakan keislaman Raja Hussein hanya karena statemen organisasi? Saya pun kukuh dengan pendirian saya dan terkena pengadilan organisasi lagi. Saya diberi tempo untuk meyakini akan keislaman Raja Hussein dan bila tidak, saya akan dipecat dari organsasi! Selama masa tunggu tersebut, status keanggotaan saya dibekukan!”

Penulis bertanya, “Apa yang Anda lakukan?”

Ia menjawab, “Saya putuskan untuk melepas keanggotaan saya dari organisasi. Saya pun memutuskan status Ikhwanul Muslimin (nama organisasi) ini dibekukan sebagai ikhwanul muslimin (saudara sesama muslim—ed). Mereka tidak mungkin menjadi saudara-saudara saya dan saya tidak tahu apa yang tersisa pada diri mereka sebagai muslimin.”

Begitulah kaidah Murji’ah merasuk ke dalam tubuh ash-shahwah al-Islamiyyah. Dengan begitu mereka mengikuti kebiasaan ashabun nasi’ah (ajaran orang-orang yang mengundurkan bulan Haram) yang kadang dalam satu tahun mereka menetapkan bulan-bulan haram sebagai halal (berperang) dan pada satu tahun yang lain menetapkan bulan haram tetap haram, agar mereka bisa menebus bilangan bulan yang diharamkan. Inilah satu-satunya interpretasi tentang fenomena aliran Murji’ah politik. Dengan kata lain, hawa nafsu dalam politik dan seni segala sesuatu itu mungkin serta merayap di pintu-pintu penguasa. Dalam hadits disebutkan:

“Barang siapa mendatangi pintu-pintu penguasa, dia terfitnah” (HR Tirmidzi: 3356).

“Tidaklah seorang hamba yang semakin dekat kepada penguasa kecuali ia semakin jauh dari Allah.” (HR Ahmad: 9071).

Secara sederhana, begitulah faktanya. Para politikus Murji’ah yang berada di pintu-pintu penguasa itu telah terkena fitnah dan sangat jauh dari dasar-dasar syariah Allah. Secara bahasa sangat jelas, kata uftutina (terkena fitnah) berasal dari kata fatana, yaftinu. Pelakunya adalah fattan (yang memfitnah) dan maftun (yang difitnah).

Sebab kedua atau interpretasi kedua dari fenomena Murji’ah politik, adalah akibat cambuk algojo dalam penjara dan kebijakan interogasi ala “pisang” dan setrum listrik “cinderela” yang telah dijelaskan sebelumnya. Mereka lebih memilih bergabung dengan aliran Murji’ah daripada merasakan rasa sakit akibat aliran listrik 220 volt!

Interpretasi ketiga adalah setan dan bisikan-­bisikannya. Demikianlah, di antara bisikan lblis, cambukan algojo yang keji, dan mencari kursi di parlemen yang hina, lahirlah fikih baru yang busuk. Di antara ketiga sebab itu pula, fuqaha penguasa dan dai yang menyimpang duduk-duduk di dalam institusi-institusi pemerintah. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun.

Selain itu, ada murji’ah jenis lain, yaitu murji’ah ulama munafik yang menyembunyikan hukum yang diturunkan Allah, padahal ia tahu tindakan itu salah. Mereka juga menjual dan mengganti syariah Allah, padahal ia ‘paham tindakan itu salah. Semua itu dilakukan hanya karena kilauan emas yang diberikan penguasa dan sifat rakus mereka. Allah berfirman,

“Fir’aun menjawab: Ya, kalau demikian, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan menjadi orang yang didekatkan (kepadaku)” (Asy-Syu’ara: 42).

Murji’ah jenis ini sudah begitu jelas dan tidak perlu didiskusikan lagi. Firman Allah telah memberitahukan kepada kita akan para pelakunya,

“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.” (Al-Jumu’ah: 5)

Lebih jelas lagi dalam firman-Nya,

“Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al-Kitab). Kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda). Maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah. Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.” (Al-A’raf: 175-176).

(Sumber : As-Suri, Abu Mush’ab. Perjalanan Gerakan Jihad 1930-2002 : sejarah, eksperimen, dan evaluasi, Solo : Jazera, 2009)

Sunday, October 31, 2010

Kalender Da'wah Islam 2011 (menerima pesanan)

Category:   Other/General

Telah Terbit
Kalender Da'wah Islam 2011



Kalender Da’wah Islami Haniefa Kreasi penuh dengan pesan moral, do’a dan lain-lain. Sangat bermanfaat dimiliki oleh pribadi muslim, baik untuk keluarga di rumah, di kantor maupun di sekolah. Cocok untuk promosi dan penggalangan dana pembangunan masjid, dll.



SPESIFIKASI

1. Ukuran Kalender 38 x 54 cm
    isi 6 lembar / 2 bulanan
2. Bahan Kertas Art Paper 100 gr
    desain full color

TERSEDIA 4 PILIHAN GAMBAR:

1. KALIGRAFI 
2. MASJID 
3. PEMANDANGAN ALAM
4. ANAK



Harga
Rp. 12.000,- /eks

nb: DAPAT DI BERI NAMA KANTOR, ORGANISASI, UNIVERSITAS, SEKOLAH, DLL DENGAN MENAMBAH BIAYA SABLON SEBESAR RP. 800,-- TIAP KALENDER. ADA HARGA KHUSUS UNTUK PEMBELIAN DIATAS 100 EXM.

*HARGA BELUM TERMASUK ONGKOS KIRIM

===============================================
Pemesanan: 0856.1471.343

Muslimland Distro | Toko Buku Islam Sederhana
Ada Kitab Hadits, Kitab Tafsir, Buku-buku Islam, Buku Pergerakan, Buku Jihad, Buku Islam Langka, mp3 Murottal, mp3 Nasyid, Novel Islam, VCD Jihad, Majalah Islam, Majalah Jihad, dll. 

Thursday, October 28, 2010

“Orang mu’min yang berbaur di tengah manusia dan dia sabar terhadap sikap buruk (penindasan) mereka adalah lebih baik daripada orang mu’min yang tidak berbaur dengan manusia dan tidak sabar terhadap sikap buruk mereka”

Segala puji hanya milik Allah Rabbul ‘aalamiin, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya dan para shahabatnya.

‘Amma ba’du:

Ikhwani fillah… materi kali ini kita akan membahas kandungan hadits dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam:

“Orang mu’min yang berbaur di tengah manusia dan dia sabar terhadap sikap buruk (penindasan) mereka adalah lebih baik daripada orang mu’min yang tidak berbaur dengan manusia dan tidak sabar terhadap sikap buruk mereka” (HR. Ibnu Majah, hasan, dari Ibnu Umar, diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad dan At Tirmidziy)

Hadits ini sederhana tapi kandungannya sangat besar dan sangat berkaitan dengan masalah Millah Ibrahim. Di sini Rasul saw mengatakan : “Orang mukmin yang berbaur di tengah manusia dan dia sabar terhadap sikap buruk (penindasan) mereka…” dalam arti dia tampil di hadapan manusia dan berinteraksi dengan mereka, tidak mengurung diri atau tidak mengasingkan diri. Dia sabar terhadap berbagai sikap buruk yang ditimbulkan oleh kaumnya.

Kata sabar tidak muncul kecuali setelah terjadi sesuatu yang mendorong orang tersebut untuk bersabar. Maksudnya adalah orang mukmin yang berbaur dengan manusia dan dia mendakwahkan ajaran Allah Subhanahu Wa Ta’ala, menjaharkan dakwah tauhid yang dia anut, dia menampakkan Millah Ibrahim. Dan tentunya ketika orang menampakkan Millah Ibrahim akan mendapatkan penindasan daripada manusia.

Sebagaimana kita tahu bahwa sejarah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, ketika beliau menampakkan Millah Ibrahim karena diperintahkan Allah, maka yang terjadi adalah beliau dilempari, beliau dicekik, beliau juga dituduh dengan tuduhan-tuduhan yang sangat keji. Para shahabat pengikutnya seperti Bilal di siksa, Sumayyah dibunuh, Yassir dibunuh, Amar disiksa hingga patah tulang rusuknya, Khabab disiksa, dan shahabat yang lain -karena mereka tidak tahan dengan berbagai penindasan yang dilakukan orang-orang kafir Quraisy-, maka mereka diizinkan untuk hijrah ke Habasyah (Etiophia). Ini semua terjadi karena mereka menampakkan Millah Ibrahim.

Jadi di sini maksudnya adalah, bahwa ketika seseorang tampil di hadapan manusia dan dia ingin mendapatkan predikat orang mu’min yang mendakwahkan dienullah yang diberikan keutamaan seperti dalam hadits di atas, maka dia harus tampil dengan menampakkan Diennya, mengikuti uswah (teladan) para rasul sebagaimana yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala firmankan :

“Sesungguhnya telah ada bagi kalian suri tauladan yang baik pada diri Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia saat mereka berkata di hadapan kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian dan dari apa yang kalian ibadati selain Allah, kami ingkari (kekafiran)kalian dan nampak antara kami dengan kalian permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kalian beriman kepada Allah saja”. (Al Mumtahanah : 4)

dan firman-nya Subhanahu Wa Ta’ala:

Artinya: “Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): ”Ikutilah  Millah Ibrahim seorang yang hanif”, dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Rabb.” (An Nahl : 123)

Dalam ayat-ayat tersebut Allah Subhanahu Wa Ta’ala memerintahkan kita untuk mentauladani mereka, untuk mengikuti mengikuti Millah Ibrahim ”Ikutilah  Millah Ibrahim seorang yang hanif”.

Millah Ibrahim adalah apa yang dinyatakan dalam surat Al Mumtahanah: 4 tadi. Di dalamnya Allah memerintahkan kita untuk menyatakan keberlepasan diri di hadapan kaum musyrikin atau di hadapan orang-orang kafir (Sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian dan dari apa yang kalian ibadati selain Allah). Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengedepankan keberlepasan diri dari para pelakunya daripada keberlepasan diri dari kemusyrikan mereka, karena bisa saja ada orang yang berlepas diri dari kemusyrikan mereka akan tetapi belum berlepas diri dari pelakunya.

Allah menekankan keberlepasan diri dari orangnya, karena jika berlepas diri dari orangnya maka otomatis akan berlepas diri perbuatan musyriknya, akan tetapi jika orang berlepas diri dari perbuatan kemusyrikannya maka belum tentu dia berlepas diri daripada orangnya. Dan ini adalah realita yang bisa kita saksikan, dimana banyak sekali orang berlepas diri dari kemusyrikan, akan tetapi mereka belum bara’ (berlepas diri) dari para pelakunya. Jika belum bara’ dari para pelakunya berarti belum merealisasikan Millah Ibrahim. Bahkan dalam banyak ayat Al Qur’an, Allah Subhanahu Wa Ta’ala mendahulukan keberlepasan diri dari para pelaku kemusyrikan sebelum berlepasa diri dari kemuyrikannya itu sendiri, di antaranya adalah firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, tentang perkataan Ibrahim ‘alaihissalam :

“Dan saya menjauhi kalian dan menjauhi apa yang kalian seru selain Allah” (Maryam: 48 )

Yang didahulukan adalah berlepas diri dari “kum” (kalian), yaitu dari orangnya atau para pelakunya lalu kemudian berlepas diri dari perbuatannya. Ayat berikutnya adalah firman Allah :

“Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka ibadati selain Allah…” (Al Kahfi : 16 )

Millah Ibrahim adalah menampakkan keberlepasan diri dari kaum musyrikin dan dari perbuatan kemusyrikan atau kekafiran mereka. Di sini Allah mengedepankan keberlepasan diri dari orangnya terhadap keberlepasan diri dari perbuatan kemusyrikannya, supaya tidak ada orang yang mengaku telah berlepas diri dari kemusyrikan, akan tetapi dalam realitanya dia tidak berlepas diri dari para pelakunya.

Kemudian selanjutnya ayat “kami ingkari (kekafiran) kalian”, adalah mengingkari perbuatan kemusyrikan atau pengingkaran terhadap ajaran mereka. Ayat ini juga memakai khithab “kum” (kalian), maka berarti orang yang diseru ada di hadapan. Pengingkaran terhadap ajaran-ajaran syirik, falsafah-falsafah syirik, sistem-sistem syirik, hukum-hukum syirik, dan isme-isme yang bertentangan dengan ajaran Laa ilaaha illallaah.

Ayat “dan nampak antara kami dengan kalian permusuhan dan kebencian untuk selama-lamanya sampai kalian beriman kepada Allah saja”. Yang dimaksud nampak adalah diluar, bukan di dalam hati. Allah juga mendahulukan penampakkan permusuhan daripada kebencian, karena bisa saja orang mengklaim bahwa dia membenci kemusyrikan, tapi ternyata realitanya dia tidak memusuhi pelakunya sehingga dia tetap berteman dekat dengan para pelakunya. Tapi jika orang memusuhi maka sudah pasti dia membencinya.

Ketika mempraktekkan Millah Ibrahim ini, di mana kita menyatakan keberlepasan dari itu semua di hadapan kaum musyrikin, dan ketika tampil dakwah di forum lalu kita nyatakan ini semua di hadapan mereka, dan ketika menjelaskan hal ini di hadapan mereka, maka yang akan ada adalah penerimaan yang total dan penolakan yang total juga. Ketika kita menampakkan sikap permusuhan maka mereka juga akan menampakkan sikap permusuhan, sehingga yang terjadi adalah penindasan dari mereka bila mereka memiliki kekuasaan…

Ketika ada penerimaan dan ada penolakan, maka yang akan terjadi adalah tafriq (pecah belah) antara dua kelompok, oleh sebab itu Rasulullah disifati oleh Jibril ‘alaihissalam dalam hadits Al Bukhariy: “Muhammad memecah belah di antara manusia” dan dalam riwayat yang lain “Muhammad pemecah belah di antara manusia”.

Jika ada satu keluarga kafir, lalu di antara salah satu anggota keluarganya ada yang menerima tauhid, sedangkan konsekuensi tauhid adalah adanya keberlepasan diri, permusuhan, dan pengingkaran dari perbuatan kekafiran atau kemusyrikan, maka yang akan terjadi ketika tauhid ditampakkan adalah permusuhan, kebencian, dan perpecahan di antara keluarga tersebut. Suami yang menerima tauhid akan pisah dari isterinya yang kafir, atau ayah yang kafir pisah dari anaknya yang menerima tauhid. Oleh karena itu juga Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dtuduh sebagai “tukang sihir lagi pendusta”, dikarenakan di antara pengaruh sihir adalah memecah hubungan suami isteri.

Itulah peristiwa yang menimpa orang-orang terdahulu, juga yang menimpa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam di Mekkah ketika dalam kondisi tertindas dan belum memiliki masyarakat yang mendukungnya. Oleh karena itu ketika beliau melihat keluarga Yassir yang sedang ditindas, beliau mengatakan: “Sabarlah wahai keluarga Yassir, …….”. Keluarga Yassir diperlakukan seperti itu karena menampakkan “tauhid”, Millah  Ibrahim.

Jadi kata sabar dalam hadits “Orang mukmin yang berbaur di tengah manusia dan dia sabar terhadap sikap buruk (penindasan) mereka adalah lebih baik …” adalah setelah menampakkan Millah Ibrahim.

Ketika orang tampil di hadapan masyarakat, sedangkan dia memposisikan dirinya sebagai du’at ilallaah, dia berada di posisi yang memberikan bayan, maka kewajiban yang pertama bagi dia adalah menjelaskan hakikat dien ini atau ajaran Allah yang sebenarnya yaitu tauhid (Laa ilaaha illallaah) al kufru bit thaghut wal iman billah serta konsekuensi-kensekuensinya, karena permasalahan sudah di depan mata dan karena kita hidup di negeri yang seperti ini,  ia harus siap menerima apapun  konsekuensi yang mungkin akan menimpanya. Inilah penjelasan yang dibutuhkan oleh masyarakat, yaitu penjelasan akan Laa ilaaha illallaah, hakikat thaghut dan rinciannya.

MAKA bila dia tidak menjelaskan hakikat dien ini di hadapan mujtama (masyarakat) padahal dia memposisikan dirinya sebagai orang yang tampil di atas mimbar yang mana masyarakatnya selalu menunggu apa yang dia ucapkan dan masyarakat sangat membutuhkan penjelasan yang segera, namun ketika dia tidak menjelaskannya karena sebab apa saja, maka itu adalah kitman (menyembunyikan ilmu), sedangkan kita tahu posisi orang yang menyembunyikan ilmu ketika orang sangat membutuhkan penjabarannya adalah sebagaimana yang Allah firmankan :

“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah kami turunkan kepada kamu berupa bukti-bukti yang nyata tentang kebenaran dan petunjuk setelah Kami jelaskan hal itu kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itulah orang-orang yang dilaknat oleh Allah dan dilaknat (pula) oleh setiap makhluk yang dapat melaknati” (Al Baqarah : 159)

dan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam juga mengatakan :

“Barangsiapa yang ditanya tentang ilmu terus dia menyembunyikannya maka dia diikat dengan kendali dari api neraka” (HR. Abu Dawud)

Sedangkan permasalahan yang paling dibutuhkan oleh masyarakat pada zaman sekarang ini dan yang paling utama adalah masalah tauhid, karena itu adalah pertanyaan yang ada disetiap benak manusia, dan bila dia tidak mejelaskannya maka dia masuk ke dalam ancaman ayat dan hadits di atas tadi.

Dan orang yang lebih parah dari orang yang kitman ini adalah orang yang memberikan pengkaburan al haq di hadapan manusia. Dia berada pada posisi sebagi orang yang memberikan bayaan (penjelasan) atau sebagai du’at ilallah, kemudian dia memberikan pengkaburan antara al haq dengan al bathil di hadapan manusia. Bila saja orang yang kitman (menyembunyikan) masuk ke dalam ancaman ayat di atas : “itulah orang-orang yang dilaknat oleh Allah dan dilaknat (pula) oleh setiap makhluk yang dapat melaknati”, sedangkan orang yang melakukan talbis (pengkaburan atau mencampurkan al haq dengan al bathil) maka ancamannya lebih keras dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Seperti ulama-ulama yang memberikan pengkaburan di hadapan manusia tentang status thaghut dan ansharnya, dengan cara membela-bela mereka atau mengutarakan syubhat-syubhat untuk menetapkan keislaman mereka dan untuk membentengi dari pengkafiran terhadap mereka, maka ini adalah ulama yang melakukan talbis di hadapan manusia.

Selanjutnya, jika orang mukmin atau du’at itu tidak mampu untuk berdiri dalam posisi orang yang memberikan penjelasan kepada manusia, karena dia tahu konsekuensinya sangat berat dan belum siap untuk memikulnya, maka daripada dia terjatuh ke dalam kitman atau ke dalam talbis, maka lebih baik dia mundur atau turun dari mimbar, dia masuk ke dalam rumah untuk mengurusi diri dan keluarga atau pergi ke lereng gunung. Inilah adalah maksud dari lanjutan hadits “…orang mukmin yang tidak berbaur dengan manusia dan tidak sabar terhadap sikap buruk mereka”.

Ini adalah orang yang tidak tampil di hadapan manusia, tapi dia sibuk menyelamatkan dirinya dan keluarganya dengan tetap komitmen di astas tauhid, tidak berbaur dengan manusia, dia adalah golongan orang mu’min yang selamat. Dan ini ada dua macam :

Pertama: yaitu orang yang mengurung diri di rumahnya dan menjauhkan keluarganya dari sarana-sarana kekufuran dan kemusyrikan, dia memfokuskan untuk mempertahankan tauhid bersama keluarganya. Dia menyadari ketika mau menjaharkan dia tidak siap dengan segala resiko tadi, oleh karena itu dia mengurusi dirinya sendiri di rumahnya. Ini adalah orang mu’min, akan tetapi tingkatannya lebih rendah daripada orang mu’min yang pertama yang mendakwahkan tauhid dengan jelas dan siap menanggung segala resiko yang akan menimpanya.

Kedua: Yaitu orang mukmin yang mempertahankan tauhidnya dengan cara pergi ke lereng-lereng gunung, dia mengasingkan diri dari manusia-manusia yang rusak, dia mengurusi kambing-kambingnya. Orang mu’min ini tingkatannya sama dengan orang mukmin yang mengurus diri dan keluarganya di dalam rumahnya. Orang mu’min ini adalah seperti apa yang dikatakan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam :

“Hampir saja harta orang muslim paling baik adalah kambing-kambing yang dia bawa pergi ke lereng-lereng gunung, dia lari mempertahankan diennya”. (HR. Abu Dawud)

dan dalam hadits:“Jika kamu sudah melihat hawa nafsu yang diikuti, kikir yang ditaati, dan orang merasa bangga dengan pendapatnya, maka uruslah urusan kamu pribadi dan tinggalkan urusan orang umum”

Kedua golongan mukmin yang mencari selamat ini jauh lebih baik dari pada orang-orang atau para du’at dan ulama yang melakukan kitman atau talbis. Akan tetapi yang lebih utama dari kedua golongan mukmin ini adalah orang yang menjaharkan Millah Ibrahim di tengah masyarakatnya.

Jadi, jika kita ingin tampil di forum di hadapan manusia, maka kita harus menjaharkan dan menyampaikan tauhid, karena hal ini adalah pertanyaan yang paling dibutuhkan oleh manusia, karena memang mereka hidup seperti pada kondisi Rasulullah di Mekkah, di mana tidak ada Daulah Islamiyyah yang menaungi dan kaum muslimin berada di bawah kungkungan penguasa thaghut yang kafir.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Dan (aku telah diperintah): Hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan tulus dan  ikhlash dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musyrik” (Yunus: 105)

Aimmatud Dakwah Tauhid Najdiyyah ketika menjelaskan ayat-ayat ini, mereka mengatakan : “Ayat-ayat ini menjelaskan perihal dakwah ilallah dan membedakan diri dari kaum musyrikin serta menjauhi mereka, menjihadi mereka dengan hujjah dan lisan dan dengan pedang dan tombak”, kemudian mereka mengatakan : “penjelasan ini (yaitu menjelaskan pentingnya menampakkan perbedaan dengan kaum musyrikin dan dalam mengajak mereka kepada Allah) di dalamnya banyak manusia tergusur ke dalam keterpurukan, syaitan juga memiliki bagian untuk menyesatkan di dalamnya, di mana syaitan menggusur mereka ke dalam kitman atau talbis, bahkan ada yang menggusur mereka ke dalam muwaalah dan tawalliy kepada kaum musyrikin”

Itulah sebabnya Allah memerintahkan kita untuk mendahulukan keberlepasan diri dari kaum musyrikin sebelum berlepas diri dari kemusyrikan itu sendiri, supaya tidak ada peluang atau celah untuk terjatuh ke dalam muwaalah atau tawalliy. Karena ketika kita berlepas diri dari mereka dan merekapun berlepas diri dari kita, maka tentu akan ada batasan jarak antara diri kita dengan mereka. Dan ketika kita menyatakan permusuhan dan merekapun menyatakan permusuhan, maka tidak akan ada celah untuk muwaalah atau tawalliy kepada orang kafir. Akan tetapi bila keberlepasan diri ini tidak dilakukan secara total, maka mau tidak mau akan terjatuh minimal ke dalam muwaalah shughra yang merupakan dosa besar.

Dan du’at atau ulama yang memiliki pemahaman Irja, maka dia akan mudah sekali untuk terjatuh ke dalam tawalliy kepada orang-orang musyrik. Oleh karena itu para ulama salaf menghati-hatilkan bahwa Irja itu lebih busuk daripada Azzariqah (Khawarij), karena Irja ini mudah menghantarkan orang ke dalam kekafiran, apalagi dalam payung negara kafir seperti ini. Kita bisa melihat banyak kelompok atau jama’ah-jama’ah yang masuk ke dalam sistem demokrasi, mereka pada dasarnya berpaham Irja dari sisi Al Iman, mereka mengatakan “Yang penting saya meyakini di dalam hati….”, mereka terlalu mengenteng-enteng ajaran Allah sehingga banyak dari mereka melepaskan ajaran Islam tanpa  diri mereka sadari.

Kita kembali kepada materi, Jadi hadits “Orang mukmin yang berbaur di tengah manusia dan dia sabar terhadap sikap buruk (penindasan) mereka adalah lebih baik daripada orang mukmin yang tidak berbaur dengan manusia dan tidak sabar terhadap sikap buruk mereka” (Hadits Hasan riwayat Ibnu Majah) adalah isyarat yang pertama kepada penampakkan Millah Ibrahim yang merupakan inti ajaran para Nabi.

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya, para shahabat dan para pengikutnya sampai hari kiamat. Alhamdulillahirabbil’alamin

Monday, October 25, 2010

Kisah Seorang Syaikh yg Berjuang di Gedung Parlemen

Saya tidak pernah menduga bahwa apa yang telah Allah tetapkan di dalam Kitab-Nya dan lewat lisan Rosul-Nya saw membutuhkan persetujuan hamba-hamba Allah, akan tetapi saya dikejutkan bahwa firman Rabbul Yang Maha Tinggi itu senantiasa berada di dalam mushaf –tetap memiliki kesucian di hati-hati kami– sampai hamba-hamba Allah di parlemen menyetujui untuk menjadikan firman Allah itu sebagai undang-undang. Bila ketetapan hamba-hamba Allah di parlemen itu berselisih tentang hukum Allah di dalam Al Qur’an maka sesungguhnya keputusan hamba-hamba Allah itu akan menjadi undang-undang yang dijadikan acuan dalam lembaga Yudikatif yang penerapannya mendapat jaminan dari lembaga Eksekutif, meskipun itu bertentangan dengan Al Qur’an dan Assunnah.

Dan bukti atas hal itu adalah bahwa Allah swt telah mengharomkan khomr, akan tetapi parlemen mengizinkannya, dan Allah juga telah memerintahkan penegakkan hudud, akan tetapi parlemen menggugurkannya. Hasil yang ada sesuai dengan contoh-contoh itu adalah bahwa apa yang ditetapkan oleh parlemen telah menjadi qonun (undang-undang) meskipun itu berseberangan dengan Islam.

Kalimat di atas adalah kesimpulan salah seorang ulama Islam yang pernah duduk di kursi parlemen sebagai wakil rakyat selama delapan tahun. Anggota dewan yang ‘alim ini dahulu telah merasakan akan pentingnya ceramah di atas mimbar-mimbar, dan pentingnya menulis di koran-koran. Setelah lama dia hidup menjalani metode-metode itu, dia semakin yakin akan pengaruh hasil yang dicapainya, akan tetapi dia merasakan bahwa sekedar (menulis dan ceramah) saja tidak bisa menghasilkan perubahan dalam undang-undang dan pengaruh yang berkesinambungan dalam kekuasaan Legislatif, Yudikatif, dan Eksekutif, maka akhirnya dia mencalonkan dirinya untuk menjadi anggota parlemen dalam rangka mencari metode baru untuk tujuan meninggikan kalimat Allah swt dengan pemberlakuan/penerapan syari’at Islam, ini untuk menyelamatkan hamba-hamba Allah dari kesesatan, dan melepaskan mereka dari kebathilan, serta merangkulnya ke dalam haribaan Islam.

Akhiranya sang ‘alim ini berhasil menjadi anggota parlemen di bawah motto (Berikan suaramu kepadaku agar kami bisa membereskan dunia ini dengan agama), dan orang-orang pun memberikan suara mereka kepadanya karena merasa percaya terhadapnya meskipun banyaknya cara-cara pemalsuan, dan manipulasi dalam pemilu-pemilu itu. Maka keanggotaan sang ‘alim ini terus berlangsung berturut-turut selama dua masa jabatan, kemudian setelah masa itu dia berkata: “Sesungguhnya suara Islam itu sangatlah sulit mendapatkan gemanya di dua masa/periode ini.”

Sang ‘alim ini suatu hari pergi menuju salah satu kantor kamtib untuk menyelesaikan kepentingan-kepentingan masyarakat, kemudian dia dikagetkan di kantor Rehabilitas Moral dengan keberadaan tiga puluh wanita yang duduk di atas lantai, maka dia bertanya: “Apa kesalahan mereka?” Maka seorang petugas menjawab kepadanya: “Sesungguhnya mereka itu adalah wanita-wanita jalang (WTS/PSK),” maka si ‘alim bertanya: “Dan mana para laki-laki hidung belangnya? Karena itu adalah kriminal yang tidak mungkin dilakukan kecuali antara laki-laki pezina dengan wanita pezina,” maka si petugas memberitahukannya bahwa si laki-laki pezina bagi mereka adalah hanyalah sekedar saksi bahwa dia telah melakukan zina dengan wanita ini dan dia telah memberinya bayaran atas hal itu, kemudian dia (si wanita) dikenakan hukuman bukan karena dia telah berzina akan tetapi karena dia telah meminta upah. Ternyata orang yang mengaku bahwa dirinya berzina telah berubah menjadi saksi atas si wanita, dan undang-undang tidak menoleh kepada pengakuan dia akan zina itu.

Sang wakil yang ‘alim ini berang, marah karena Allah, maka si petugas berkata kepadanya dengan santainya: “Kami hanya melaksanakan undang-undang yang kalian tetapkan di parlemen.” Akhirnya si wakil yang ‘alim ini mengetahui bahwa meskipun banyaknya orang yang menyuarakan penerapan syari’at, dan meskipun itu didukung oleh Kitabullah dan Sunnah Rosul-Nya, maka sesungguhnya harapan-harapan akan penegakkan syari’at itu tidak mungkin terealisasi kecuali lewat jalur parlemen yang mereka namakan (kekuasaan legislatif). Dan dikarenakan badan yudikatif itu tidak memutuskan kecuali dengan undang-undang yang bersumber dari parlemen, serta karena kekuasaan eksekutif tidak akan bergerak untuk melindungi Al Qur’an dan Assunnah dan tidak pula bergerak melindungi Al Islam kecuali dalam batas kesucian apa yang telah diakui oleh parlemen, maka sang ‘alim ini meyakini bahwa mencapai tujuan ini adalah mungkin saja bila para anggota perlemen mengetahui bahwa ini adalah firman Allah, sabda Rosulullah saw dan hukum Islam supaya mereka menetapkannya.

Berangkatlah sang wakil yang ‘alim ini, terus dia mengajukkan program penggodokan undang-undang untuk menegakkan hudud syar’iyyah, program penggodokan undang-undang untuk mengharomkan riba dengan pengajuan solusi pengganti, program penggodokkan undang-undang untuk menertibkan sarana-sarana informasi agar sesuai dengan hukum-hukum Allah, program penggodokkan undang-undang untuk menghormati kesucian bulan Romadhon dan tidak terang-terangan melakukan pembatal shoum di siangnya, program penggodokkan undang-undang untuk membersihkan pantai-pantai wisata dari hal-hal porno/cabul/keji/dll, serta program-program Islami lainnya. Program-program ini disamping ditandatangani dia, ikut menandatanganinya juga sebagian besar anggota parlemen.

Wakil yang ‘alim ini berangkat untuk menunaikan umroh, dan dia disertai sebagian anggota parlemen itu. Di sisi hajar aswad mereka berjanji kepada Allah untuk selalu memperjuangkan syari’at Allah di parlemen. Kemudian mereka naik pesawat menuju Al Madinah Al Munawwaroh, dan di sana juga mereka saling berjanji setia untuk menyuarakan suara-suara mereka demi membela syari’at Allah--bukan membela partai-partainya. Sang wakil yang ‘alim ini menyalahkan ketiga lembaga itu (Eksekutif, Yudikatif, dan Eksekutif) atas pelegalan hal-hal yang diharomkan dan menyimpang terhadap syari’at. Dia mengancam Menteri Keadilan bahwa dia akan menggunakan hak interplasinya terhadapnya setelah beberapa bulan, karena si menteri tidak menyerahkan apa yang telah diselesaikan berupa undang-undang pemberlakuan syari’at Islam. Dan si menteri itu tidak memenuhi apa yang diminta oleh sang wakil tersebut, maka dia menginterplasi sang menteri itu –Interplasi dalam kamus parlemen adalah mengharuskan pejabat yang diinterplasi untuk menjawab apa yang diajukan oleh anggota parlemen selama keanggotaan si menteri itu belum gugur atau si menteri yang diinterplasi belum keluar dari jabatan kementerian– dan si wakil itu terus saja menginterplasi si menteri dan pemerintah pun justeru mendukung si menteri dan bersikeras berusaha untuk menggugurkan interplasi itu. Pada saat runcingnya hak interplasi si wakil rakyat yang ‘alim itu, maka pemerintah merombak kabinetnya dan tidak ada yang diberhentikan dari jabatan menteri kecuali menteri keadilan itu, jadi dia dicopot dari jabatannya supaya hak interplasi itu itu menjadi gugur. Dan perlakuan ini sering berulang-ulang sehingga menjadi kaidah yang jitu saat berhadapan dengan parlemen.

Si wakil rakyat yang ‘alim itu kembali bertanya-tanya kepada para anggota dewan seraya berkata: “Sesungguhnya proyek-proyek undang-undang Islam itu disimpan di laci-laci panitia, sedangkan kalian telah berjanji kepada Allah di Al Haromain untuk menjadikan suara-suara kalian ini bagi Allah dan Rosul-Nya.” Dan si wakil wakil rakyat itu meminta mereka agar menandatangani untuk menuntut pemberlakuan secepatnya syari’at Islam, maka mereka pun memenuhi permintaannya dan menandatangani apa yang dipinta oleh sang wakil rakyat, kemudian sang wakil yang ‘alim ini menyimpan berkas ini di sekretariat parlemen. Dia meminta atas nama semua anggota dewan agar memperhatikan undang-undang syari’at Allah. Maka ketua parlemen pun bangkit dan menuntut atas nama semua anggota agar kembali memperhatikan undang-undang penerapan syari’at Allah, dan dia berkata: “Sesungguhnya pemerintah ini memiliki semangat yang sama dengan kalian untuk membela Islam, akan tetapi kami meminta dari anda-anda kesempatan untuk melakukan lobi-lobi politik, maka semua anggota yang menandatangani dan yang telah berjanji di Al Haromain untuk memberlakukan syari’at Islam bertepuk tangan dan menyetujui permintaan itu, sehingga lenyaplah sudah tuntutan penerapan secepatnya akan syari’at Islam, dan menanglah pemerintah. Maka keterputusasaan telah meliputi diri sang wakil yang ‘alim itu, karena ketidakberhasilan usaha-usahanya dalam rangka menegakkan syari’at bersama-sama dengan para anggota yang telah dia ajak kemudian mereka menyetujuinya, terus setelah itu mereka justeru berpaling.

Akan tetapi dia suatu hari dikejutkan dengan satu usulan dari ketua parlemen untuk menyepakati dibentuknya panitia umum dalam rangka mengundang-undangkan syari’at Islam, dan ternyata jelas tujuan sebenarnya, dia mendapatkan bahwa keputusan pemerintah yang tiba-tiba ini tidak lain untuk menutupi kebobrokan maha besar yang telah mencoreng negeri, dan pemerintah ini TIDAK mengambil keputusan untuk kepentingan Islam. Dan sang wakil itu tetap menyambut rencana ini meskipun dia mengetahui tujuan sebenarnya. Panitia pun berkumpul, akan tetapi si wakil merasakan ketidakseriusan pemerintah terhadap penerapan syari’at Allah, karena kalau seandainya pemerintah memang menginginkan ridho Allah, tentu di sana ada hal-hal yang tidak membutuhkan proses-proses. Penutupan pabrik-pabrik khomr mungkin dilakukan dengan satu goresan pena, dan penutupan diskotik dan bar-bar bisa dengan satu goresan pena pula.

Ada fenomena-fenomena yang menunjukan bahwa di balik itu ada tujuan sebenarnya, yang semuanya memberikan pengaruh dalam jiwa sang wakil –yang sebenarnya merupakan salah satu kaidah dalam menghadapi parlemen– yang isinya adalah: “Bahwa syari’at Allah tidak akan terealisasi SELAMA-LAMANYA lewat tangan-tangan anggota parlemen.” Masyarakat dikejutkan dan si wakil juga dikejutkan dengan dibubarkannya parlemen, padahal sebelumnya dia adalah ketua panitia proyek-proyek penerapan syari’at Islam dan dia terus melakukan pengkajian dan penyusunan undang-undang bersama panitia dalam tiga puluh pertemuan.

Pada saat kekosongan parlemen muncul keputusan yang sangat berbahaya dalam masalah yang menyentuh langsung kehidupan pribadi masyarakat. Maka sang wakil yang ‘alim ini berdiri menghadang keputusan ini, karena itu bertentang dengan Islam dan undang-undang dasar, akan tetapi kaidah yang baku mengatakan: “Sesungguhnya parlemen itu dapat dibubarkan dengan dekrit bila negara hendak memaksakan sesuatu atas masyarakat, meskipun itu bertentangan dengan Islam.” Adapun kaidah terpenting yang dijadikan landasan oleh parlemen adalah apa yang telah disimpulkan oleh sang wakil yang ‘alim dengan ucapannya:

“Sesungguhnya meskipun, saya diberi kemampuan menyampaikan hujjah-hujjah, dan meskipun sikap saya ini berlandaskan Kitabullah dan Assunnah, maka sesungguhnya di antara aib parlemen dan tanggung jawabnya yang jelas nista adalah bahwa demokrasi itu menjadikan keputusan itu ada ditangan mayoritas SECARA MUTLAK dengan pasti, dan tidak ada batas serta tidak ada syarat meskipun bertentang dengan Islam.”

Sang wakil mulai merasakan bahwa ada langkah dan usaha-usaha dari pemerintah, ketua parlemen dan partai-partai mayoritas untuk mempersempit ruang geraknya. Dan kepemimpinan parlemen pun mulai melawan usaha-usahanya, menuduhnya bahwa dia menghambat pekerjaan-pekerjaan panitia, akan tetapi dia terus mengerahkan usaha dan kemampuannya. Dia mengajukan banyak pertanyaan yang belum dicantumkan dalam jadwal-jadwal panitia, dan dia juga bangkit menuntut banyak permintaan untuk merubah jadwal, akan tetapi dia mendapati semua itu sudah dikubur dan tidak ada lagi wujudnya. Kemudian dia kembali menggunakan hak interplasinya yang tidak bisa ditolak. Dia menginterplasi menteri-menteri pemerintahan tentang penutupan yang dilakukan negara terhadap lembaga pengadilan syar’iy dan wakaf, lembaga-lembaga pendidikan agama, pondok-pondok tahfidz Al Qur’anul Karim, dan tentang tindakannya terhadap kurikulum-kurikulum pendidikan di universitas-universitas agama dengan dalih pengembangannya, dan tentang tekanannya terhadap mesjid-mesjid dengan cara mengeluarkan keputusan yang tidak membolehkan seorang pun meskipun dia itu adalah syaikh (ulama) untuk masuk tempat ibadah dan mengatakan meskipun dalam rangka nasihat agama ungkapan yang bertentangan dengan aturan kantor/tata tertib atau undang-undang yang baku, dan siapa melakukannya maka dia ditahan dan dikenakan denda, dan bila dia melawan maka denda dilipatgandakan dan kemudian dipenjara.

Sang wakil yang ‘alim ini menginterplasi menteri pariwisata, karena para siswa sekolah perhotelan dipaksa harus mencicipi khomr, mereka menolak dan akibatnya diberhentikan dari sekolah. Dia juga menginterplasi menteri penerangan menuntut dibersihkannya sarana-sarana informasi dari tindakan porno yang menghancurkan tatanan moral dan akhlak serta kesucian negeri. Interplasi ketiga kepada menteri perhubungan tentang fenomena buruk dan tindakan tidak maksimal akan sarana ini. Sang wakil yang ‘alim ini telah merasa bahwa ia terus mengajukan berbagai macam interplasi akan tetapi seolah-olah itu ditujukan terhadap drum yang bolong, maka ia berdiri di parlemen seraya meminta pertanggungjawaban ketuanya dan menuduhnya bahwa dia telah keluar dari tata-tertib parlemen. Maka ketua parlemen memerintahkan dalam permainan yang berkesan untuk memasukan tiga interplasi itu dalam satu kali pertemuan padahal setiap interplasi itu membutuhkan beberapa hari, kemudian dia memanggil salah satu fraksi parlemen dari partai mayoritas untuk menggulirkan interplasi-interplasi ini. Menteri pariwisata dipanggil, lalu pemerintah yang menentang pencantuman interplasi ini dalam jadwal kerja ikut campur karena di dalamnya ada kata-kata yang pedas yaitu tuduhan yang dilontarkan pemilik interplasi itu terhadap sang menteri, bahwa dia mengingkari hakikat sebenarnya dalam menjawab pertanyaannya, kemudian situasi dilimpahkan kepada para wakil di parlemen, maka mereka memutuskan untuk menghapuskan interplasi itu dan mereka menggugurkan apa yang dinamakan haq dusturiy (hak undang-undang) sang wakil itu dalam meminta pertanggungjawaban pemerintah. Kemudian selanjutnya interplasi kedua yang diajukan kepada menteri penerangan, sebagaimana para wakil itu membela khomr maka mereka juga membela dansa padahal mereka itu sudah berjanji kepada Allah untuk membela syari’at-Nya. Kemudian selanjutnya dibahas interplasi ketiga, akan tetapi para wakil ini melihat bahwa permintaan tanggung jawab si menteri perhubungan ini sesuai dengan selera mereka (maka mereka membela interplasi sang wakil itu), maka pada akhirnya sang wakil yang ‘alim itu berdiri ke podium dan berkata kepada para wakil di parlemen:

“Wahai hadirat para wakil yang terhormat, saya bukanlah penyembah jabatan, dan saya juga tidak menginginkan kursi ini karena kedudukannya, sungguh syi’ar saya dahulu adalah “berikan suaramu kepadaku untuk kami benahi dunia ini dengan agama”, dan dahulu saya mengira bahwa cukup untuk mencapai tujuan ini dengan mengajukan proyek-proyek undang-undang Islam, akan tetapi telah nampak jelas bagi saya bahwa majelis kita ini tidak memandang hukum Allah kecuali lewat hawa nafsu kepartaian, dan mana mungkin hawa nafsu itu mempersilahkan agar kalimat Allah itu adalah yang paling tinggi…

Saya telah mendapatkan bahwa jalan saya untuk menuju tujuan itu telah/dan selalu tertutup di antara kalian, oleh sebab itu saya mengumumkan pengunduran diri saya dari parlemen ini tanpa ada penyesalan dan rasa sayang akan hilangnya keanggotan saya ini.”

Dan pulanglah sang wakil yang ‘alim ini ke rumahnya pada bulan April tahun 1981, dan majelis pun ditutup. Sang wakil yang ‘alim ini telah meninggalkan parlemen itu, kemudian beberapa tahun berikutnya dia pergi meninggalkan dunia yang fana ini, dan parlemen pun selalu tetap memutuskan, menetapkan hukum, dan melaksanakan dengan selain apa yang Allah turunkan.

Dikutip dari artikel karya Dr. Ahmad Ibrohim Khidlir yang dimuat di majalah Al Bayaan no. 66 yang dikeluarkan oleh Al Muntadaa Al Islaamiy di London.

____________________________________________________________
*Semoga dapat diambil pelajaran, dan sesungguhnya hanya orang-orang yg Alloh beri petunjuk yg dapat menjadikannya pelajaran. Wallohuttaufiq